Minggu, 31 Oktober 2010

Diana dan Nina

Ringkasan ini tidak tersedia. Harap klik di sini untuk melihat postingan.

Kencan Dengan Temen SMU Yang Pertama

Sudah dua bulan aku menjadi kekasih gelap tante Ani. Meski aku menikmati hubungan gelap dengan wanita paruh baya itu, namun timbul juga keinginanku untuk menjajal dengan cewek-cewek sebaya. Tentu saja, sasaran paling dekat adalah cewek-cewek teman sekolahku sendiri. Tapi, aku tidak tahu bagaimana harus memulai, mengingat pengalamanku yang masih nol besar untuk mendekati cewek.

Suatu hari tim bola basket putra SMU-ku mengadakan pertandingan persahabatan dengan tim SMU favorit, yang diadakan di sekolahku. Aku yang tidak bisa main dan tidak begitu suka main basket, terpaksa harus datang dalam kapasitasku sebagai pengurus OSIS seksi olahraga, mendampingi kepala sekolah dan ketua OSIS. Lebih dari itu, aku harus datang lebih awal, karena mau ada briefing untuk acara seremoni sebelum pertandingan dimulai.

Begitu sampai di sekolah, aku langsung menuju ke lapangan basket yang berada di samping gedung sekolah. Nampak Anto ketua OSIS dan Sarah si sekreatis sudah menunggu di sana.

“Sori aku telat. Pada lama nunggu ya?” sapaku setengah basa-basi.
“Ah, enggak juga. Kita aja yang terlalu cepat datangnya,” Sarah yang menjawab.

Sejenak aku memandangi si empunya suara itu. Kuperhatikan wajahnya. “Cantik sekali,” kataku dalam hati.

“Dik, ngapain kamu mandangin aku kayak gitu. Kayak baru sekali ketemu aja!” hardik Sarah sambil menahan malu, terlihat dari pipinya yang agak merona merah.
“Hari ini kamu nampak cantik sekali Rah,” Upss, aku sendiri kaget dengan keberanianku ngomong terus-terang seperti itu.
“Emangnya kemarin-kemarin nggak cantik?” Pipi Sarah semakin memerah.
“Kemarin-kemarin sih ..”
“Heh, enak aja aku dicuekin. Ngrayunya dilanjutin nanti aja,” hardik Anto sambil menepuk pundakku.
“Eh, sori .. sori, To,” jawabku sambil cengar-cengir.

Selanjutnya briefing dimulai. Ternyata, yang membriefing Sarah yang juga mengatur susunan acara sebelum pertandingan. Selama briefing itu, aku gunakan kesempatan untuk memperhatikan wajah Sarah. Sarah memang cantik. Parasnya ayu, dan nampak keibuan. Sudah dua tahun aku berhubungan dengan Sarah lewat kegiatan sekolah, tapi baru kali ini saya menyadari betapa cantiknya dia. Pantas, dia sering jadi bahan pembicaraan teman-teman cowok di sekolahku. Memang badannya tidak bisa dibilang bagus. Sarah tergolong pendek, paling kurang dari 155 cm tingginya, dan badannya agak sedikit gemuk. Tapi, anak-anak sekolah biasanya lebih memperhatikan wajah ketimbang bodi dan yang lain-lainnya.

Singkat cerita, setelah briefing dilanjutkan dengan acara seremonial. Selama itu aku lebih banyak mendampingi ketua OSIS dan kepala sekolah berbasa-basi dengan kepala sekolah dan pengurus OSIS tim tamu, sehingga aku tidak tahu kapan persisnya, sekitar lapangan basket sudah ramai dengan suporter, kebanyakan dari sekolahku sendiri, dan … ternyata didominasi cewek. Barangkali suporter ceweknya ada sekitar 70-an persen. Diam-diam aku ngiri. Selama aku memperkuat tim sepakbola sekolahku, belum pernah disuporteri begitu banyak cewek. Kalau tim sepakbola bertanding, yang datang cowok-cowok. Kalaupun ada cewek, paling-paling datang sebagai gandengan cowoknya.

Selama pertandingan berlangsung, aku tidak begitu memperhatikannya. Di samping aku tidak begitu suka basket, memperhatikan tingkah laku suporter cewek jauh lebih menarik bagiku. Di antara deretan suporter cewek itu, aku melihat Siti, teman sekelasku yang juga pemain basket untuk tim putri. Postur Siti memang cocok untuk basket. Tinggi dan agak langsing. Wajahnya tergolong manis, dengan kulit agak kehitaman, sehingga sebutan hitam-manis sangat pas di sematkan padanya. Siti juga tergolong cewek populer di antara teman-teman cowok.

Saat aku memperhatikan suporter-suporter cewek, tiba-tiba ada seorang cewek yang datang, langsung merangsek ke barisan depan dan memberi dukungan dengan hebohnya. Tidak heran, si cewek itu Nita, yang terkenal heboh dan paling sering jadi pembicaraan. Bahkan kabar selentingan dia suka dipakai oleh Om-Om. Tentu saja aku tidak begitu memperhatikan kabar itu, selain kabarnya yang tidak jelas, juga aku hanya kenal biasa-biasa saja dengan Nita.”

Tapi sore itu lain. Perhatianku tidak lepas dari Nita dan tingkah lakunya. Dia jauh lebih menyita perhatianku ketimbang Sarah atau Siti. Mataku tak pernah bosan melihat sepasang teteknya yang bergoncang-goncang dari balik T-Shirt mengikuti sorak-sorainya yang heboh itu. Teteknya tergolong cukup besar, yang membuatku beberapa kali menelan ludah membayangkan seandainya Nita telanjang.

Sehabis pertandingan basket, aku sengaja menyelinap dan bergabung dengan teman-temanku agar bisa tidak ikut mengantar delegasi tim tamu. Aku lihat Anto agak celingukan, mungkin mencari aku, namun tidak bisa ditemukannya. Setelah berhasil lolos, aku terus mencari kesempatan agar bisa mendekati Nita. Susah sekali, karena dia selalu berada di antara teman-temanku, baik yang cewek maupun cowok.

Sampai akhirnya aku sempat mencuri dengar dia pamitan mau ke toilet, dan langsung bergegas. “Ini kesempatan,” pikirku, karena toilet hanya ada di bagian dalam komplek sekolah. Tanpa pikir panjang, akupun segera menyusulnya. Sesampai di toilet, aku berdiri menunggu di dekat tembok pemisah antara toilet pria dan wanita. Tidak sampai 5 menit Nita sudah keluar dari toilet wanita.

“Nita,” panggilku. Nita seketika menoleh padaku.
“Oh, Didik. Sedang ngapain di situ?”
“Sama kayak kamu. Kenapa tadi kita nggak barengan aja ya?” godaku.

“Enak aja, lain jurusan bo,” jawab Nita enteng. Kemudian aku menghampiri Nita dan kami jalan bersama keluar dari komplek sekolah sambil ngobrol. Nita ternyata enak diajak ngobrol. Omongnya ceplas-ceplos dan tidak banyak basa-basi. Mendadak aku bisa akrab dengan Nita, padahal biasanya hanya ‘hai-hai’ saja kalau ketemu. Sampai akhirnya ..

“Nit, kita pulang bareng yok?” ajakku.

“Lho, kan hampir tiap hari kita pulang bareng satu bis kota,” jawab Nita.
“Maksudku sih .. ya barengnya duduk di kursi yang sama sambil ngobrol,“ jelasku.
“Itu sih, oke-oke aja. Cuman, kali ini kayaknya belum bisa deh. Aku ada acara lain, jadi nggak langsung pulang,” kata Nita lagi.
“Ada janji yaaa?” tanyaku.
“Janji apaan, dan sama siapa?” Nita balik bertanya.
“Ya, barangkali janji sama cowokmu. Atau udah ada Om-Om yang menunggu .. “ aku tidak meneruskan kata-kataku. Kulihat Nita mendadak melotot padaku sambil mukanya merah padam.

“Plakkk !” belum sempat aku menyadari, sebuah tamparan mendarat di pipiku. “Lancang mulutmu ya! Kamu kira aku ini cewek apaan! Nggak kusangka … “ Nita langsung meninggalkanku setengah berlari. Aku tidak mengejarnya, hanya berdiri sambil mengusap pipiku yang lumayan panas kena tamparan Nita.

Beberapa hari setelah kejadian itu, selesai kencan dengan tante Ani, aku sempat melihat Nita keluar dari hotel yang sama dengan tempatku dan tante Ani berkencan. Aku sengaja sembunyi waktu itu, selain agar Nita tidak melihatku, juga agar aku lebih leluasa melihat dan meyakinkan bahwa yang kulihat memang Nita. Setelah yakin penglihatanku tidak salah, timbul pikiranku untuk menebus tamparan Nita.

Aku tidak tahu rumah Nita. Aku hanya tahu bahwa dia kalau pulang naik bus kota satu jurusan denganku, namun aku tidak tahu persis dia turun di mana, karena rumah pamanku jaraknya lebih dekat ke sekolah, sehingga selalu aku yang turun bus lebih dulu. Akhirnya aku memilih mencari tahu alamatnya lewat data siswa-siswi di sekolah. Tentu saja sebagai pengurus OSIS aku punya akses sehingga tanpa kesulitan aku bisa mendapatkan alamatnya.
Esoknya, sepulang sekolah aku tidak langsung pulang ke rumah paman. Alasan tentu sudah kusiapkan matang sebelumnya. Aku sengaja tidak naik bus kota yang pertama kali datang. Aku menunggu jadwal bus berikutnya yang selisih waktunya sekitar 15 menit.

Agak lama aku mencari alamat Nita. Lumayan keringatan juga. Setelah tanya sana-sini, akhirnya kutemukan rumah Nita. Rumahnya sederhana, sangat sederhana malah. Bangunannya semi permanen. Dinding bata hanya sekitar 1-1 setengah meter, selebihnya papan kayu. Gang di depan rumah Nita terbilang sempit, dan persis di depan seberang gang ada tembok tinggi dan panjang, sepertinya tembok pabrik. Di sebelah kanannya rumah lumayan besar dengan dinding dan pagar tembok yang cukup tinggi. Sedang di sebelah kirinya terdapat tanah kosong yang memisahkan dengan rumah lainnya, yang juga sederhana. Aku sejenak memandangi rumah Nita. Kusam, sangat kontras dengan gaya dan penampilan Nita di sekolah. Aku sempat berpikiran, jangan-jangan orang salah menunjukkan rumah Nita. Namun, akhirnya kuhampiri juga rumah itu.

Kuketuk pintu rumah yang tertutup setengahnya. Seorang anak laki-laki seusia anak SMP keluar. Setelah meyakinkan bahwa memang benar itu rumah Nita, kusampaikan maksudku untuk ketemu Nita pada anak tadi, yang ternyata adik Nita. Tak lama Nita keluar setelah dipanggil adiknya. Dia masih memakai rok abu-abu sekolah, namun atasnya sudah berganti T-Shirt warna biru tua.

“Oh, kamu,” katanya singkat dan ketus begitu tahu aku yang mencarinya.
“Lumayan susah juga ya nyari rumahmu,” kataku sambil melihat-lihat sekeliling rumah Nita.
“Mau apa kamu kemari?” tanya Nita masih dengan nada ketus sambil bersedekap berdiri di depan pintu.
“Mau apa yah,” aku menggaruk-garuk kepalaku yang tidak gatal. “Eng.. mungkin pengin kamu tampar lagi,” Nita memperlihatkan ekspresi sangat geram mendengar kata-kataku yang terakhir.

“Sori ya, bukan waktunya melucu. Sekarang, bilang apa perlumu. Aku nggak punya banyak waktu!” katanya masih dengan ekspresi geram, namun suaranya agak ditahan, mungkin khawatir terdengar adiknya yang sudah masuk ke dalam rumah.

“Kan udah kubilang, aku pengin kamu tampar lagi,” jawabku santai. Saat itu aku dan Nita masih sama-sama berdiri di depan pintu rumahnya. “Karena, aku pengin bilang sesuatu yang mungkin membuatku kamu tampar lagi,” lanjutku.

“Maksudmu?!” tanya Nita sambil mendelik.

“Maksudku .. aku pengin bilang lagi soal Om-Om,” kata-kataku terhenti melihat tangan Nita yang terangkat seperti mau menamparku tapi ditahannya. “Cuman kali ini dari apa yang kulihat dengan mata kepalaku sendiri,” lanjutku setelah Nita tidak jadi menamparku.
“Pergi kamu dari ini!” katanya sambil menahan marah.

“Soal pergi itu gampang. Aku akan pergi, tapi setelah kamu njelasin kenapa tempo hari kamu menamparku. Padalah yang kubilang itu ternyata betul. Sekarang tamparlah aku lagi, karena yang kubilang sekarangpun juga betul.” Beberapa saat Nita tidak berkata apa-apa, tapi kegelisahan nampak jelas dari wajahnya. Kemudian dia sempat celingak-celinguk melihat gang depan rumahnya.

“Masuk!” suruhnya masih dengan nada ketus. Aku melangkah masuk mengikuti Nita menuju ke ruang tamu. Ada satu set sofa di sana, namun warnanya sudah kusam dan sobek di sana-sini. Aku mengambil tempat duduk di seberang Nita, terhalang meja.

“Sekarang, apa maumu?” tanya Nita masih ketus, namun sekarang sambil menunduk.

Belum sempat kujawab, ada seseorang memanggil dari luar rumah. Ternyata adik Nita dicari temannya, selanjutnya mereka pergi setelah adik Nita sempat pamitan sama kakaknya dan juga aku. Setelah sepi lagi ..
“Kan udah kubilang, aku mau penjelasan kenapa kamu menamparku tempo hari. Aku yakin, yang kulihat di hotel X kemarin itu kamu, dan kamu keluar dari sana dengan seorang Om-Om.” Nita makin menunduk. “Kenapa sekarang kamu tidak menamparku, seperti tempo hari.” Nita tidak menjawab. Kami sama-sama terdiam agak lama.

“Dik, kamu mau kan menjaga rahasia ini?” pintanya dengan nada agak memelas.

“Toh, sudah banyak yang tahu. Aku juga pertama kali denger dari temen-temen,” jawabku.

“Iya, itu dulu. Waktu itu ada seorang pelangganku yang sakit hati, karena aku menolak dijadikan istri mudanya, sehingga dia menyebarkan hal itu ke temen-temen, ” Nita menghela nafas sejenak. “Tapi sekarang orang itu sudah balik ke kampungnya di luar Jawa, setelah istrinya tahu soal itu. Dan sudah lama aku tidak lagi mendengar omongan miring soal itu. Tapi, tiba-tiba kamu ..”

“Kenapa sih kamu sampai begitu?” tanyaku. Kemudian Nita bercerita panjang lebar, tentang bos ayahnya yang pertama kali ‘memakainya’ 2 tahun yang lalu, sebagai syarat dia mau membantu ayahnya yang waktu itu sedang dalam kesulitan. Dari situ kemudian Nita menjadi cewek panggilan, namun terbatas hanya pada kolega-kolega bos ayahnya.

“Jadi, ayahmu juga tahu?” tanyaku.

“Nggak. Ayahku sama sekali nggak tahu. Bos ayahku itu sudah cukup mengenal keluargaku, termasuk aku karena dia tinggal tidak jauh dari tempat tinggal kami dulu. Sekarang ayah sudah pindah kerja, dan kamipun pindah ke rumah ini. Tapi aku pekerjaan ini masih kuteruskan sampai sekarang.”

Nita terus menceritakan ‘kisah’nya, termasuk kriteria pelanggan yang mau dia layani. Nita hanya mau melayani kalangan yang berumur dan sudah mapan, termasuk pejabat-pejabat. Karena, menurutnya resiko pekerjaannya bocor relatif lebih kecil, karena pelanggannya itu juga berkepentingan untuk merahasiakan kelakuan mereka. Nita juga bercerita tentang penghasilannya yang ditabung tanpa seorangpun yang tahu, dan sebagiannya dia pakai untuk keperluannya sendiri, dan juga membantu keluarganya dengan cara yang tidak mencolok.

“Aku sudah cerita semuanya Dik. Terserah kamu mau menganggapku kayak apa, karena aku memang cewek kotor,” katanya lirih.

“Kotor? Menurutku, kamu sama sekali bukan cewek kotor,” Nita memandangku mendengar kata-kataku. “Apa yang kamu jalani itu hanya bagian dari hukum supply-demand,” Nita terus menatapku. “Lagian, seks itu bagian naluri manusia yang paling dasar. Cuman, hipokrisi manusialah yang menudingnya sebagai hal kotor.”

“Ah, sebentar kuambilkan minum. Sampai lupa dari tadi .. “ aku langsung berdiri memegang tangan Nita yang sudah lebih dulu berdiri.

“Nggak usah Nit. Kemana-mana aku selalu bawa air minum sendiri,” kataku sambil tangan kiriku menepuk-nepuk tasku, sementara tangan kanan masih memegang tangan Nita.

Beberapa saat kami hanya berdiri tanpa berubah posisi sambil memandang satu sama lain. Selanjutnya seperti ada magnet, kepalaku dan kepala Nita saling mendekat. Tak lama bibir kami sudah beradu, dan kami pun berciuman sambil berdiri dengan terhalang meja. Tidak puas berciuman dengan posisi seperti itu, kutarik tangan Nita agar pindah ke tempat dudukku. Nita menolak dan melepaskan tangannya serta bibirnya dari bibirku. Aku sempat kecewa, namun hanya sesaat, karena Nita melepaskan diri hanya untuk menutup pintu yang masih setengah terbuka.

Aku sudah tidak sabar. Kususul Nita yang sedang menutup pintu. Selanjutnya kucumbu dia persis di belakang pintu. Kudorong tubuhnya merapat ke pintu, seterusnya kulumah bibirnya yang agak dower seperti bibir Titi DJ. Nita sendiri tidak pasif, dia membalas ciumanku dengan lebih liar. Lidahnya pun dengan lihai sudah masuk ke dan menjelajah rongga mulutku.

“hmmm … ohhhh … hmmmmm,” curahan rasa nikmatku dan Nita saling sahut menyahut, dengan mata setengah terpejam. Kemudian pelan-pelan kusibak dan angkat rok Nita tanpa melepaskan ciuman. Kuelus-elus kedua pahanya dengan tanganku. Terasa berbeda dengan waktu aku mengelus paha tante Ani. Kurasakan paha Nita lebih kencang dan kenyal.

“hmmmmmh.. ahhhhh .. sssshh,” desahan Nita makin menjadi-jadi. Setelah agak lama, kutelusupkan tangan kananku ke dalam CD Nita dari arah atas. Kurasakan bulu-bulu yang lebih halus dibandingkan punya tante Ani. Namun hanya sebentar tanganku bermain di bulu-bulu Nita, selanjutnya langsung menuju sasaran, memek Nita. Kuelus-elus bibir memek Nita, sambil sekali-kali jariku menyentuh klitorisnya. Saat kuperlakukan seperti itu, Nita melepaskan bibirnya dari ciumanku, kepalanya mendongak ke atas, kedua tangannya memeluh leherku dan desahannya makin menggila, sedang mulut dan lidahku ganti mengecup dan menjilati leher Nita.

“Diikk … kita pindah ke kamar,” ajak Nita dengan suara bergetar akibat birahinya. Aku tidak menjawab, tapi langsung membobong tubuh Nita. Kubawa Nita ke arah kamar yang ditunjuknya, sambil bibirku sesekali melumat bibir Nita. Setelah masuk dan menutup kamar, Nita menunjuk ke arah tempat tidur, tapi tidak kuturuti. Kuturunkan Nita di samping lemari kayu yang ada di kamar itu, dalam posisi berdiri. Aku masih ingin mencumbunya dalam posisi berdiri, sehingga kembali kudorong Nita, kali ini mepet ke lemari kayu sebelah samping.

Selanjutnya dengan tidak sabar kulepaskan kaos Nita, dilanjutkan Nita yang membuka sendiri kaitan BH-nya. Kaos lepas ke atas, dan BH melorot ke bawah, memberiku satu pemandangan yang membuatku tercengang. Toket Nita benar-benar berbeda dengan toket tante Ani yang sudah sangat ku hapal. Kalau ukuran, hampir-hampir sama, malah punya Nita sedikit lebih kecil, tapi bentuknya itu yang benar-benar membuatku ngiler. Agak bulat dan terlihat padat, berbeda dengan punya tante Ani yang sudah kendor dan menggantung. Putingnyapun jauh berbeda. Putting toket Nita kecil dan kemerah-merahan, tegak meruncing.
Akhirnya dengan halus kuremas-remas kedua toket Nita dengan posisi tubuh agak menjauh, agar aku tidak kehilangan pemandangan indah didepanku saat kedua tanganku beraksi. Sesekali, remasanku kuselingi dengan memlintir lembut puting toket Nita.

“Ooohh.. Diikk .. terus sayang … aaahhh,” Nita tak henti mendesah sambil menatapku dengan mata yang semakin sayu. Puas mempermainkan toket Nita dengan tangan, kudekatkan kepalaku. Tanpa ampun toket Nita sebelah kanan putingnya sudah jadi mainan mulut dan lidahku, sedang yang sebelah kiri masih kumainkan dengan tanganku.

“Aaaahhhh … Ssssssshhh ….. Oooooohhh … Enaaaaakkk sayang … terus sayang … “ Makin hebat saja desahan Nita. Kuteruskan mempermainkan toket Nita dengan tangan, mulut dan lidah bergantian kanan kiri beberapa kali. Di tengah-tengah aksi itu, kurasakan tangan Nita melolosi kancing seragamku satu persatu, melepas dan melemparnya. Kemudian dilepaskan juga kaos dalamku yang membuatku melepaskan mulut dari toket Nita.

Kini aku dan Nita sudah sama-sama telanjang bagian atas. Sejenak Nita mengusap dadaku dan aku pun mengusap kedua toket Nita. Kemudian aku menunduk, melepas serta melorotkan rok Nita, kususul dengan melepas CD-nya yang berwarna pink. Nita sudah telanjang bulat di depanku. Aku tidak mau beranjak dari posisi setengah jongkok, sehingga memek Nita posisinya pas di depan wajahku. Kupandangi sambil kuelus-elus, dari mulai bulu-bulunya yang tergolong jarang dan halus. Sesekali kumasukkan jariku ke lubang memeknya, dan setiap kali itu pula Nita menggelinjang sambil mendesah.

Setelah puas, kuangkat kaki Nita sebelah kanan. Kuletakkan pahanya di pundakku, dan mulutku kuarahkan ke memeknya.

“Sruuuuttt .. ssssh .. “ kuhisap memek Nia yang sudah sangat basah. Kemudian kumasukkan lidahku, dan klitorisnya mulai dijilati. Nita menggelinjang makin hebat, desahannya sudah semakin panjang, dan tangannya sesekali menjambakku.

Setelah itu aku berhenti sejenak. Kuatur posisi agar lebih nyaman. Sempat kulihat kedua tangan Nita mengarah ke belakang, memegangi pinggir lemari yang disandarinya. Kemudian kembali kujilati klitoris Nita, sambil jari tengah tangan kananku pelan-pelan kumasukkan ke lobang memeknya. Kukeluar masukkan dengan lembut, sambil terus kujilati. Seterusnya, Nita mulai menggoyang pantatnya sambil tak henti mulutnya mendesah dan meracau.

Agak lama aksi seperti itu kami lakukan, sampai akhirnya kurasakan goyangan pantat Nita makin lama makin cepat yang disusul dengan desahan sangat panjang.

“Aaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh … “ Nita mencapai orgasmenya.

Setelah kuberi waktu sejenak untuk mengatur nafasnya kembali, kulepaskan sendiri celana dan CD-ku. Kontolku yang sudah keras dan bebas mulai kuarahkan ke lobang memek Nita yang masih berdiri. Tiba-tiba Nita menahanku, kemudian sambil berputar dia gantian mendorongku ke diding lemari. Setelah itu dia menunduk dan …

“Hlleppp .. ” kontolku sudah masuk ke mulutnya. Kemudian kepala Nita bergerak maju mundur, mengocok kontolku dengan mulutnya, sehingga gantian aku yang mendesis-desis dan menggelinjang. Beberapa saat kemudian Nita menghentikan gerakannya, terlihat dia berjongkok. Sekarang tangannya yang gantian mempermainkan kontolku. Dikocok dan kadang diurutnya batang kontolku. Kurasakan cara Nita mengocok kontolku agak teratur dan terpola. Pas gerakan turun dari ujung ke pangkal, genggamannya terasa lebih kuat dan sedikit menekan, sedang waktu arah sebaliknya tangannya mengendor seperti hanya menyerempet-nyerempet saja. Arah kocoknya juga tidak monoton, kadang tangannya setengah memutar, sehingga kontol rasanya seperti dipelintir.

Cara Nita mengocok kontolku benar-benar mendatangkan rasa nikmat yang luar biasa. Setelah beberapa saat, kocokan Nita menjadi semakin cepat, namun polanya tetap tidak berubah, yang membuatku merem-melek sambil ah-oh ah-oh tidak karuan. Kemudian, kurasakan tubuhku mulai bergetar hebat. Kuraih rambut Nita, kujambak dan arahkan kepalanya sampai wajahnya menempel ke kontolku.

“Sreeet … crrrroooooot … “ spermaku muncrat membasahi wajah dan rambut Nita. Seterusnya kurasakan semua tulang-tulangku lemas, tubuhku terasa melayang terbawa rasa nikmat yang tiada tara. Tanpa bisa kutahan tubuhku melorot ke bawah sampai terduduk sambil bersandar di lemari. Selanjutnya Nita menubruk, menyandarkan kepalanya di dadaku sambil memelukku

Tamat

Mbak Tia

Aku kenal Mbak Tia kira-kira 15 tahun yang lalu, ketika sama-sama diterima di perusahaan tempat kami bekerja hingga sekarang. Kupanggil Mbak karena memang usianya dua-tiga tahun di atasku. Tapi hubungan kami biasa-biasa saja karena kebetulan kami berbeda divisi dan ditempatkan di kota yang berbeda pula. Ketika masih "on the job training" kurang lebih enam bulan memang sempat bersama-sama. Sebetulnya aku mengaguminya, dia cantik dan seksi, dan yang paling kusuka adalah rambutnya yang sepunggung dan matanya yang sendu. Tapi aku tak berani terlalu akrab. Yang mengelilinginya terlalu banyak dan aku harus tahu diri. Setelah berpisah aku pun lupa, hanya kadang-kadang kalau bertemu di kantor pusat saling berhalo basa-basi.

Sampai "krismon" ini menerjang, termasuk perusahaan tempatku bekerja, ketika terjadi PHK aku sudah pasrah. Setelah PHK, beberapa cabang ditutup dan pegawai yang masih dipakai ditarik ke pusat, dan diadakan pembenahan. Yang bikin surprise, sekarang aku satu divisi dengan Mbak Tia. Bayangkan, setelah 15 tahun. Dan aku semakin terpesona, di mataku dia semakin dewasa dalam usianya yang mendekati 40 tahun.

Tapi tentu saja perasaanku kusembunyikan. Hanya saja aku sering mencuri pandang. Aku semakin kagum dengan kematangannya. Rambutnya tetap sepunggung, agak pendek sedikit memang, tapi masih di atas bahu. Matanya masih tetap sendu. Kulitnya tetap kencang. Senyumnya tetap manis. Badannya, yang aku heran, masih kencang. Buah dadanya tak terlalu besar tapi masih terlihat membusung ke depan. Aku tahu masih membusung karena jenis BH-nya bukan yang pakai penyangga. Aku tahu karena suatu kali ketika menunggu dia mengetik dan kuperhatikan dari belakang, di balik baju putihnya yang tipis tercetak jelas BH Mbak Tia. Aku paling senang dengan BH hitam. Entah mengapa, kupikir itu merangsang. Selain itu, pinggulnya masih tetap kecil dengan pinggul dan pantat yang proporsional. Aku sekarang jadi sering membayangkan yang bukan-bukan. Padahal kami sama-sama sudah punya keluarga.

Tapi pekerjaan akhirnya memang harus mendekatkan kami yang akhir-akhir ini harus sering pulang larut malam, dengan senang hati aku mengantarkannya pulang. Kadang aku takut kalau melihat matanya, takut ketahuan kalau aku mengaguminya. Entah perasaanku saja mungkin, agaknya dia tahu juga kalau aku sering memandangnya penuh pesona. Tapi selama ini dia diam saja. Dan selama itu pula kami bergaul biasa, kadang guyon, bahkan suka nyerempet yang jorok. Dan dia biasa saja bahkan bisa mengimbangi. Tapi tetap saja aku tidak berani lebih dari itu.

Sampai suatu hari seperti biasa kami harus pulang malam. Dalam perjalanan pulang kami tak banyak berbicara, mungkin capai. Aku melamun sendiri.
"Di."
"Dias."
"Di!"
Aku kaget, lamunanku terlalu jauh.
"Eh, sori, apa Mbak?"
"Kamu nglamun apa sih?"
"Eh.. ngngng."
"Mampir ke rumah sebentar ya."
Biasanya aku mengantar cuma sampai depan pintu dan begitu dia turun aku terus pulang. Ada angin apa sekarang menawariku mampir, tentu tak kusia-siakan, sambil mau kenalan dengan suami dan anaknya, aku mengiyakan. Sampai akhirnya kami di rumahnya dan turun. Gelap? aku heran, dia mengambil kunci dari tasnya dan membuka pintu depan.
"Lho, pada kemana Mbak?"
"Mas Tri dan anak-anak sedang ke Bandung, ada perlu. Kamu tungguin sebentar ya aku nyalain lampu."
Kami masuk. Aku duduk sementara dia menyalakan lampu-lampu rumah dan setelah kelihatan semuanya beres, aku mau pamit tapi dicegah.
"Minum dulu, Di, mau apa? Dingin apa panas?"
"Dingin saja Mbak."
Mbak Tia masuk, agak lama, kemudian keluar sambil membawa es jeruk.
"Sori ya lama, aku ganti baju dulu, risi rasanya"

Aku agak melotot melihat Mbak Tia muncul dengan daster pendek putih agak tipis dengan potongan dada rendah. Ketika menunduk untuk meletakkan minuman di depanku aku tak bisa mengalihkan mataku dari belahan dada yang aduhai. Dan ketika dia ke belakang mengembalikan baki, kulihat dari belakang bentuk tubuh yang demikian matang, masih bagus, kelihatan benar celana dalam dan BH-nya yang berwarna hitam itu. Ketika ngobrol aku sudah tidak bisa berkonsentrasi karena berusaha untuk tidak melihat belahan buah dada dan paha yang tersibak dari belahan dasternya.
"Di, kamu bisa pijit?" tanyanya tiba-tiba.
"Eh.. nggak, kenapa?"
"Pijit sebentar dong kepalaku, agak pusing nih."
"Coba ya." dan aku berdiri di belakangnya, meraih kepalanya dan mencoba memijit pelan. Tapi mataku terus tertanam ke payudara Mbak Tia yang semakin jelas terlihat di balik daster dan dibungkus beha hitam itu. Pembicaraan kami sudah berhenti ketika tanganku mulai lancar memijat. Dan tak terasa dari kening turun ke kuduk. Mbak Tia menengadahkan wajah dan merem ketika tanganku turun ke pundaknya.
"Enak Di."
Aku semakin kacau. Kuturunkan pelan-pelan jari-jari tanganku ke depan, menyentuh pangkal buah dadanya. Terasa lembut. Mbak Tia diam saja. Aku semakin berani. Jariku menekan pangkal susunya. Mbak Tia masih diam, bahkan kudengar napasnya memburu sementara matanya tetap terpejam. Aku nekat, kuselipkan jari-jariku ke balik dasternya itu. Kusentuh BH yang tipis tapi terasa benar daging di dalamnya yang kenyal. Karena Mbak Tia tetap diam, aku mengambil kesimpulan semuanya oke. Segera saja kuraih buah dadanya itu, kuusap dan kuremas-remas.
"Diii.."
Kutarik Mbak Tia berdiri, aku masih di belakangnya. Kupeluk Mbak Tia dengan erat, kuremas-remas buah dadanya yang ternyata kenyal sekali. Dia berbalik sehingga kini kami berhadapan. Aku kaget, kukira dia marah.
"Di... aku tahu kamu suka samaku."
"Ngngng."
"Sudah lama kamu perhatikan aku."
Aku tergugu, kulihat mata yang sendu itu, sekarang terpejam lagi, dan bibir yang indah itu sedikit terbuka. Aku tak menunggu lama, kukecup bibirnya. Mbak Tia membalas ganas. Dikulumnya bibirku, lidahnya menjalar di dalam mulutku sementara tangannya langsung turun mencari penisku yang dari tadi sudah tegang. Diusap-usapnya kemaluanku. Kami terus sibuk melepas pakaian. Dia melucuti pakaianku hingga yang terakhir, sementara aku hanya membuka dasternya saja. Mataku terbelalak melihat pemandangan di depanku. Tubuh Mbak Tia yang dibalut BH dan celana dalam hitam mini betul-betul merangsangku. Aku senang melihat wanita dengan pakaian dalamnya, entah kenapa, lebih daripada yang telanjang.

Kami segera bergelut. Kuremas-remas buah dada itu sementara tangan Mbak Tia dengan lihai mempermainkan penisku yang semakin tegang. Mbak Tia kemudian berjongkok dan menciumi penisku. "Aahh..." nikmat sekali rasanya ketika bibir dan lidah Mbak Tia mempermainkan penisku, dimasukkannya penisku ke dalam mulutnya, dikulum, dihisap, dan dijilat. Sementara tanganku tetap meremas-remas buah dadanya. Sampai akhirnya aku tak tahan.
Kurebahkan Mbak Tia di sofa besar panjang itu, perlahan kulepaskan BH-nya, kupandangi sepuasnya buah dada yang lembut itu, terus tanganku turun ke perut dan menyusup ke balik celana dalam Mbak Tia, terasa rambutnya yang lebat. Kubuka celana dalamnya itu sehingga kini Mbak Tia telanjang bulat.
"Diii.. cepaatt.. aahh..."
"Mbaakk..."
Kutindih tubuh hangat Mbak Tia, Mbak Tia merengkuh tubuhku dan terasa hangat buah dadanya menekan dadaku. Kuarahkan penisku ke lubang vagina Mbak Tia yang sudah basah. Blleeesss... hangat sekali rasanya penisku di dalam lubang kemaluan Mbak Tia.
"Diii.. ssshshh... aahh.. enaakkk.. teruuuss..."
"Mbaak.. uuuhh..."
Tubuh kami bergerak liar. Pinggul Mbak Tia berputar dan vaginanya terasa menjepit dan meremas kemaluanku. Tak terkatakan nikmatnya..
"Oohh.. Diii... sshshshshsh... mmhmhh.. teruusss Diii... iyaa... gituuu teruusss.. aahh enaak sekalii..."
"Mbaakkk... nikmat sekali mbaak... uhh..."
"Diii.. aku mau keluar nih... sama-sama yaa... ssshh..."
Kami bergoyang semakin cepat dan semakin cepat, sampai akhirnya kami berdua berteriak bersama-sama ketika air maniku muncrat banyak sekali di dalam liang vagina Mbak Tia yang juga mencapai orgasmenya.
"Diii...!"
"Mbaakk...!"

Malam itu kami melakukannya tiga kali. Dan sejak itu setiap ada kesempatan.

Tamat

Pantai Membara

Kutulis kisah kedua ini juga merupakan kisah yang benar-benar terjadi. Apabila ingin berkomentar email pada

Siang itu Dino tengah berada pada sebuah pesta pantai yang diadakan di kecamatan tetangga dekat lokasi proyek pekerjaannya. Dia tengah ditugaskan oleh bosnya untuk mengoordinir tim dari kantornya yang ikut berpartisipasi dalam pesta pantai itu dengan mengirimkan layang – layang yang sedang diperlombakan saat itu. Sedang sibuk-sibuknya, ponselnya bergetar,....

"Mas lihat ke kanan Astri ada di perahu...." bunyi pesan SMS singkat.
"Kamu juga disini..?" tanya Dino
"Tadi aku dengan Dudi boncengan ke sini, mas nanti kalau sudah selesai SMS Astri ya......."
"Oke......" sambung Dino

Rasanya panas terik matahari tak sepanas gelora hatinya mengingat keberadaan Astri juga ada di pantai itu. Sudah terbayangkan olehnya tubuh Astri yang panas membara dalam dekapannya. Tak sabar rasanya menunggu bos- bos keparat itu selesai dengan acaranya.

Akhirnya saat itu datang juga...

"Pak Dino kami mau pulang dulu, tolong urus tim kita hingga kembali nanti, OK?..." suruh sang Bos.
"Siap pak..."sahut Dino.
"Sampai ketemu lagi ya nanti di BJS.."salam sang Bos.

Setelah bos – bosnya berlalu dari hadapannya dengan segera di hampirinya Pak Ade salah seorang suppliernya yang juga ikut pada saat itu.

"Pak Ade tolong antar saya ke pantai barat.."pinta Dino
"Yang lainnya bagaimana pak...?"tanya Pak Ade
"Bilang saya ada perlu, tiga jam saja nanti kita pulang sama – sama lagi.....,acara bebas..." Ujar Dino.

Begitu pantatnya membenam pada Feroza Pak Ade langsung di SMSnya Astri.

"Astri, mas tunggu di pelataran masjid sekarang ya..."
"Astri ke sana sekarang mas..."

"Oh akankan terulang kembali persetubuhanku yang panas dengan wanita sintal ini’ tanya Dino dalam hati. Sekitar 100 meter sebelum masjid, Dino minta diturunkan dan sambil melangkah ringan menuju mesjid yang menjadi tempat pertemuan mereka.

Dari jauh telah terlihat Astri tengah duduk di temani oleh seorang temannya (Dudi). Senyuman manisnya merekah menyambut kedatangan Dino. ’Begitu manis ia hari ini’ batin Dino

"Kemana kita......."tanya Dino.
"Terserah mas......."jawabnya riang .
"Ayo kita jalan – jalan dulu........."ajak Dino.
"Ayok lah......, Oh ya Dud tunggu aku disini ya, biar nanti kita bisa pulang barengan lagi......."ujar Astri.
"Silakan......., jangan lama-lama..."sahut Dudi.

Langsung Dino menggamit lengan Astri dan beranjak melangkah.

Sambil beriringan mereka menuju tempat suaka alam yang memang ada di belahan lain pantai tersebut. Sambil berbincang mesra dan berpelukan mereka menikmati suasana alam yang masih asri tersebut. Dino mencoba mencari tempat yang bisa digunakan untuk berdua bermesraan dengan Astri, akan tetapi kebetulan karena saat itu pesta pantai sehingga ramai sekali, sehingga tempat yang benar-benar sesuai dengan keinginannya saat itu tak didapatkan, akhirnya dengan lesu mereka berjalan kembali ke keramaian pantai.

Pada sebuah perahu yang ditambatkan di pantai mereka sepakat duduk. Dengan hembusan angin pantai yang meniup diantara pohon waru mereka menikmati sebutir kelapa untuk menghilangkan dahaga. Tak lama mereka disana dan seolah telah direncanakan sebelumnya mereka berangkat menumpang becak menuju sebuah penginapan yang sebelumnya pernah di gunakan Dino waktu bersama bosnya tempo hari.

Setelah cek-in mereka langsung bergegas menuju kamar yang disediakan oleh roomboy. Dan setelah semua urusan dengan akomodasi dan tetek bengeknya tersedia, dengan cepat Dino mengunci pintu kamar, mematikan HP.. Tersenyum ke arah cermin meja rias memandang Astri yang tengah duduk juga memandang kearah dirinya sambil merapikan rambutnya. Perlahan Dino menghampiri. Mendekapnya dari belakang, mengecup rambut legamnya yang bergelombang terurai dibawah bahu dengan lembut. Dino menggamit bahu wanita muda itu menariknya agar berdiri. Sambil berdiri mereka berdekapan, bergoyang pelan merasakan irama yang mengalun dalam pikiran mereka.
Astri yang hanya setinggi hidung Dino merebahkan kepalanya di bahu lelaki itu. Merasakan debur jantung yang berdegup teratur. Perlahan Astri mendongak memandang mata lelaki yang tengah mendekapnya, menyelami isi perasaan yang terpantul di mata itu. ’ Oh inilah lelaki yang telah mengenalkanku pada kehidupan birahi yang benar – benar tak terbayangkan sebelumnya, begitu nyata dan mencandu’. Udara terasa hangat dan waktu seolah berhenti.

Dino mendekatkan wajahnya. Napas hangatnya menyapu rambut halus di kening wanita muda itu. Perlahan mengecup kening, rambut., dan kedua kelopak mata yang menutup. Astri Mendekap makin erat. Pelukannya pada punggung Dino menyiratkan perasaanya. Dino menunduk lagi. Menjatuhkan kecupannya pada pinggir bagian kiri bibir yang menggemaskan itu Tangan Dino mengelus perlahan punggung wanita sintal itu merasakan kehangatan tubuhnya mulai meningkat.

Lidah Dino menjalari permukaan bibir ranum yang perlahan mulai membuka dengan sendirinya. Mengusap – usap dengan lidahnya yang kasap. Dan kemudian...melumat bibir itu dengan cepat, merasakan bibir Astri menyambutnya dengan hangat. Bibir mereka saling berkait, perlahan makin erat. Lidah Dino mulai menjulur menjelajahi kehangatan lembut dalam rongga basah tersebut, mnggelitik langit – langit rongga mulut Astri. Merasakan napasnya mulai tersengal – sengal. Kadang lidah mereka bertemu dalam rongga itu saling membelit lincah. ’Oh sungguh harum napas wanita ini’ batin Dino.

Ciuman Dino beralih pada rahang yang melengkung indah, menjalarinya dengan lidahnya yang kasap, terus naik menemukan cuping telinga dan menghisapnya dengan llembut, terkadang bergerak ke belakang telinga,menjilati dan mencucupi memberi tekanan ringan disana.

"Ohhh.............”desah Astri pelan. Gelombang nikmat mulai merasuki jiwanya memacu perjalanan birahinya yang terbangkit. Tangan Dino bergerak ke balik kaos Astri menemukan kait Bh dan dengan jarinya melepas kait itu dengan satu gerakan. Lalu keduanya saling memandang, menemukan hasrat yang sama di balik pancaran mata mereka.

Keduanya melangkah perlahan saling berdekapan kearah ranjang. Dan dengan cepat kembali saling berciuman dengan panas dan bergairah.dan dengan tergesa-gesa mereka saling melepas pakaian hingga hanya secarik kain tipis yang menutupi bagian paling pribadi masing-masing.

Dino membaringkan tubuh sintal Astri ke ranjang dan segera naik berbaring menyamping. Kedua lengan Astri segera memeluk leher Dino di iringi serbuan bibir mungilnya pada bibir lelaki dambaannya itu. ’Oh segeralah kasihku penuhi aku dengan luapan cintamu, buatlah aku tak dapat melupakanmu’ batin Astri

Lidah mereka saling membelit, bertautan, berebut hendak menghisap semua kenikmatan yang timbul karenanya. Dan jari tangan kiri Dino pun tak mau kalah menyambangi bukit membusung pada dada Astri, meremasnya perlahan, membelai dengan lembut, terus memiijat puncaknya yang mencuat dengan perlahan, mengirimkan denyut-denyut gairah disana.

Puncak membusung dengan lingkaran merah kecoklatan tersebut mulai menegang diiringi desah Astri.

"Uhh........................" sambil membusungkan bagian dadanya jemari lentik Astri merayap turun menemukan bagian milik Dino yang paling di dambakannya. ’Aku juga menginginkanmu...’rintihnya dalam hati. Menemukan batang pejal hangat yang mulai mengeras dan menegang di balik secarik kain. Membelai,meremas dan mengurutnya dengan lembut.

Dari bibir Astri yang merekah perlahan bibir Dino turun menjelajahi permukaan leher yang putih dengan lidahnya terus menyamping menemukan cuping telinga yang langsung di kulum dan dihisapnya dengan gemas. Sesekali lidah Dino menjilati belakang telinga lancip itu.

Sementara jari-jari Dino memijit puting dada Astri yang mulai mengeras dengan intens diiringi remasan pada dada yang satunya lagi. ’Oh bukit yang terindah yang aku temukan sampai saat ini’ batin Dino.

Gelombang demi gelombang membara telah mulai menyita seluruh perasaan Astri. Matanya kadang terpejam menikmati pasokan gairah yang diberikan Dino, kadang matanya mendelik sambil mendesis dengan tubuh menggeliat-geliat bak cacing kepanasan.

"Sshhh....oh.............” desah Astri dengan napas memburu makin sering terdengar dari bibir merahnya. ’Teruskan kasihku, telusurilah seluruh tubuhku, bangkitkan bara cintaku’ desahnya dalam hati.

Setelah merasa puas dengan bibir, leher dan telinga Astri, ciuman Dino merambat tuirun menyelusuri pangkal leher terus berbelok kekiri, mengecup permukaan dada yang membusung terus ke puncaknya... Langsung mengulum putik dada yang kecoklatan itu dengan rakusnya....!!!

"Aahhhhh............”erang Astri merasakan serbuan kenikmatan menyerang dadanya. Sementara jemari lentiknya menyelusup dan meremas-remas batang kejantanan Dino yang telah menegang.

Jilatan lidah Kino diiiringi kuluman membelai putik dada Astri dengan lembutnya didiringi jemari Dino yang mulai merambah bukit bersemak pada antara kedua paha Astri. Naluriah Astri membuka kedua pahanya memberikan ruang pada jari-jari Dino. Jari-jari itu menemukan lembah di balik carik kain tipis yang mulai membasah, menjelajahi dengan jari tengahnya, mengurut dengan perlahan mendesak masuk dan mulai meluncurkan jarinya menyelusuri liang yang hangat itu dengan perlahan dan makin lama makin cepat.

"Ahh......ouhhhhh......mas..” erang Astri membuat Dino makin bersemangat, dan tubuh Astri mengelinjang-gelinjang dengan hebatnya sehingga Dino harus menindihkan tubuhnya agar dapat meredakan hempasan tubuh Astri.

Perlahan lidah Dino turun, menelusuri leher yang jenjang, ke bawah menemukan dada Astri yang menjulang dengan putiknya yang telah mengeras, menyusuri lereng bukit itu dengan lidahnya yang kasap dan langsung melumat puncak kecoklatan tersebut dengan gemas. Segera tubuh Astri tersentak – sentak akibat aksi Dino pada kedua puncak dadanya bergantian. Kedua tangan Astri hanya bisa menggerumasi rambut Dino merefleksikan rasa nikmat yang menyambutnya.
Tak puas Lidah Dino meluncur ke bawah, menemukan bagian perut yang dihiasi lembah kecil, mengecup dan menjilat, terus ke bawah hingga singgah pada bagian carik kain diantara kedua kaki Astri, menariknya turun dengan giginya hingga tubuh sintal tersebut telanjang sudah..!!!

Perlahan Dino meluncurkan bibirnya pada bagian lutut Astri,mengecup, menjilat dan menggigit-gigit kulit mulus yang ditumbuhi bulu halus itu. Menjilati lipatan lutut dengan perlahan terus menuruni bagian dalam paha wanita muda yang hangat itu. Sungguh kulit yang mulus dan licin akibat peluh yang mulai merambati seluruh tubuh mereka.

Sampai pada akhirnya bibir dan lidah Dino terdampar pada gundukan yang di hiasi bubu – bulu halus, ’Oh sungguh indah dengan lwarna memerah muda yang telah diselimuti kelembaban yang hangat’, menguakkannya menemukan lepitan memerah muda yang berdenyut-denyut...

"Ahh.....mas.......” lenguh Astri tatkala bibir dan lidah Dino bermain pada bagian yang paling intim miliknya.

Jilatan Dino membelai lepitan itu berkali-kali, terkadang menusuk-nusuk mencoba masuk lebih dalam. Dan menemukan tonjolan sebesar kacang tanah yang segera di kulumnya dengan lembut dan hati-hati. ’Wanita muda ini pasti akan sangat menikmatinya’ pikir Dino

"Ouhhhh..................”erangan Astri terdengar keras dengan mata membeliak-beliak seiring tubuhnya yang menggeliat-geliat bak cacing kepanasan. Kedua tangannya kini tak lagi berada pada rambut Dino melainkan mencengkeram sprey ranjang mencari penguatan disana...

Permainan ini benar – benar memabukkan bagi Astri. Yang ada hanya hasratnya menginginkan penuntasan sesegera mungkin.

"Kinilah saatnya untuk permainan utama, dan aku tak akan menundanya lagi’ pikir Dino. Dino mengerti akan hal itu lalu bangkit melepas kain penutupnya yang terakhir dan duduk menyilangkan kakinya dibawah kaki Astri. Membukakan kedua paha wanita muda itu menggeser pantatnya hingga paha mereka saling menempel. ’Oh sungguh mempesona kaki yang jenjang dengan bulu – bulu halus ini pikir Dino. Dengan tangannya Dino menggenggam batang pejalnya, menempelkan kepalanya pada lepitan Astri, menggosokkan kepalanya yang membulat pada celah merah muda tersebut.

"Ohhhh................”rintih Astri merasakan gerusan kepala batang kejantanan Dino pada kewanitaannya yang telah basah.

Dino mendorong perlahan hingga kepala batang kejantanannya mulai menyeruakkan lepitan tersebut. Lalu ia bangkit dan mulai menindih tubuh sintal itu. Kedua paha Astri terbuka lebar tertahan oleh lengan Dino yang bertumpu di ranjang. Dino bergerak......

"Ahhhh........Mass” jerit Astri tatkala batang kejantanan Dino menyeruakkan lepitan kewanitaannya dan terus mendesak masuk. ’Oh sayangku saat inilah yang sedari tadi ku tunggu, tuntaskanlah’ Batin Astri. Matanya yang bulat mendelik hingga hanya bagian putihnya saja yang terlihat. Batang pejal itu terus mendesak masuk mili demi mili seiring dengan Astri yang menahan napasnya selama perjalanan batang tersebut hingga terbenam seluruhnya memenuhi keinginan akan hasratnya...

Dengan kedua kaki Astri yang terbentang lebar pada lengannya, Dino bergerak perlahan mendaki lereng gairah yang terjal mengiringi langkah – langkah Astri bersama, menggapai puncak tujuan yang pasti akan sangat melenakan. Perlahan dan lembut pinggul Dino bergerak naik turun, menghunjamkan batang pejalnya pada kewanitaan Astri, merasakan liang itu menyambut dengan denyut-denyut pada dindingnya. Kecipak- kecipak seksi terdengar dari pertemuan dua organ intim mereka memenuhi seisi ruangan kamar.

Kini kedua kaki Astri lepas dari kungkungan kedua lengan Dino dan sekarang berada pada posisi membelit ke belakang kaki Dino dan mengunci disana. Di sela – sela hunjaman pinggul Dino, pinggul Astri bergerak ritmis berputar perlahan, sesekali mendorong keatas menyambut hunjaman Dino.

’Segeralah kasih...aku hampir tak tahan’ rintihnya Astru dalam hati.
”Ufgh..........” geram Dino merasakan batang pejalnya seolah – olah di pilin oleh kelembutan yang mencekal. Hangat dan liat mencengkram setiap mili batang pejalnya, kadang berdenyut mengurut serasa menghisap.

Mereka bergerak makin cepat. Gerakan tubuh mereka seirama dan kompak. Keringat telah membasahi seluruh permukaan kulit mereka, menjadikannya mengkilat, sungguh pemandangan yang sangat seksi. Peluh itu juga timbul pada wajah Astri yang telah kemerahan, mengalir turun pada leher, sangat indah sekali. Juga pada bukit dadanya yang berguncang – guncang seirama gerakan mereka .

Gerakan Dino makin cepat. Begitu juga dengan ceracauan tak jelas yang keluar dari bibir Astri makin sering tardengar.Hingga....

"Ahhh....mass........” jeritan kecil Astri menandai tujuannya telah tercapai. Tubuhnya melenting seperti busur kemudian langsung memeluk Dino dengan erat dan ketat. Dirirngi gerakan tubuhnya yang liar tak beraturan, menggelepar nikmat , mulut indahnya langsung menemukan pundak Dino, menggigitnya....!!!. Klimaksnya datang melambungkannya ke awan warna warni meledakkan perasaanya hingga tak bersisa, melayang turun kembali dengan perasaan yang utuh terpenuhi dengan tubuh lunglai tak bertenaga. Memandang lelaki wajah lelaki idamannya itu tengah berkutat dengan nafsunya yang telah memuncak. ’Oh kau benar-benar jantan kasihku’ hati kecilnya berkata lirih.

Dino terus bergerak memberikan hunjaman- hunjaman kuat, mendesak pinggul indah wanita sintal itu tenggelam ke ranjang memacu bara gairahnya yang juga telah membakar seluruh sumsum tulangnya. Terasa lecutan-lecutan mengalir dari ujung kakinya, terus pada tulang belakangnya, leher dan...
"Di dalem aja mas......ufhh..” bisik Astri pelan seakan tau ditengah gelinjang tubuhnya, memberikan putaran-putaran pinggulnya mengimbangi gerakan Dino.

"Aargh........”geram Dino sambil mendesakkan pinggulnya kuat – kuat hingga tubuh Astri terbenam dalam kasur ranjang, menyentakkan kepalanya, memeluk tubuh wanita sintal itu seolah akan meremukkannya, merasakan aliran kuat pada pembuluh kejantanannnya mengalir menuju pelepasannya, kejantasannya berdenyut sesaat dan cairan hangat yang kental tersembur bak letusan gunung berapi yang melepaskan lavanya yang terpendam. Tersentak – sentak tubuh tegapnya seirama letusan yang terjadi.

"Ahh.............” Astri terpekik merasakan semburan materi hangat mencercah setiap mili dinding kewanitaannya. Bergemuruh mnerjang apa yang ada dihadapannya dan membuatnya basah. Membasahi dinding lembut yang lembab, mengalir tak tertampung menuruni lerengnya dan perlahan menjadi dingin.....

Suasana menjadi hening, keduanya terdiam dengan napas yang masih tersengal – sengal menikmati sisa ledakan klimaks yang telah meledakkan perasaan mereka. Dino bergerak dan tubuhnya meluncur dan berbaring ke samping Astri yang masih memejamkan matanya.

"Mas Dino.........”Panggil Astri seraya bangkit berbaring pada dada lelaki pujaannya itu. Wajahnya bersemu kemerahan menandakan birahinya terpenuhi seutuhnya.
”Hmm......”gumam Dino.
”Mas.....terimakasih.., mas telah melengkapkan kebutuhan Astri” imbuhnya perlahan
”Mas...kali ini wuihhh.......sangat dahsyat rasanya, Astri takkan bisa melupakan mas” tambahnya lirih.
”Ya.... mas juga ......”sahut Dino seraya mengecup kening wanita muda itu.
”Ayo kita beres- beres” ajak Dino menggamit lengan Astri bergerak ke kamar mandi.

Mereka mandi bersama, saling menyabuni, menggosok dengan kasih dan sayang. Lalu cek-out dan dengan menggunakan becak kembali ke mesjid dimana Dudi telah menunggu dengan cemberut.

"Lama banget sih, kemana aja? Hampir hujan lo ini...” gerutunya ke pada Astri.
”Adaa deh....., ayo kita berangkat pulang, mas Dino juga sudah ditunggu teman-temannya tuh ” jawab Astri manja.

Dino melepas mereka berangkat denga vespa Dudi dan mengaktifkan kembali Hp-nya.
”Pak Ade saya ada di mesjid, ayo kita kita pulang ” panggilnya pada Pak Ade supplier sahabatnya tersebut....

Tak lama berselang datang Pak Ade dengan ferozanya. Di dalamnya telah ada teman-temannya yang sama-sama sedari tadi mengikuti pesta pantai. Mobilpun bergerak......

Tamat

Bercinta Lagi

Kutulis kisah ini karena inigin berbagi cerita dengan pembaca – pembaca sekalian. Cerita ini adalah benar adanya dan merupakan pengalaman pribadi yang sampai saat ditulis masih sangat berkesan takkan pernah terlupakan bagiku apabila ingin berkomentar email

Saat itu Dino yang bekerja pada sebuah perusahaan konstruksi ditugaskan untuk memimpin sebuah proyek konstruksi di sebuah kota kecamatan BS yang berjarak 2 jam perjalanan dari ibukota kabupaten C di Priangan Timur. Dino sendiri telah menikah dengan selama lebih kurang 1 tahun dan belum dikaruniai seorang anaknya pun. Ini adalah kesepakatan dengan istrinya yang tengah kuliah lagi.

Kota kecamatan itu sendiri tidak terlalu besar tetapi karena merupakan lintasan menuju sebuah objek pantai pariwisata sehingga menjadikannya cukup ramai dibanding kota kecamatan lainnya.

Sesuai dengan kesepakatan dengan bos-nya Dino pulang ke B ibukota propinsi kota asalnya yang berjarak 4 jam perjalanan setiap 2 minggu sekali.

Awalnya dengan beban dan tanggung jawab pekerjaan yang cukup berat mewakili perusahaan di lokasi, Dino tenggelam dalam kesibukan yang berkepanjangan, dan tak mempunyai waktu untuk bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Oh ya mes yang disediakan oleh perusahaan terletak di muka pemukiman berjarak sangat dekat dengan lokasi pekerjaannya.

Sampailah pada suatu hari, Ali salah seorang mandornya yang sebaya bercerita bahwa di belakang mes ada seorang wanita muda tinggal dan sering melewati mes sebagai jalan untuk keluar masuk menuju rumahnya. Dino pun penasaran karena apa yang diceritakan sang mandor mengusik penasarannya.

Akhirnya rasa penasarannya terobati saat istirahat makan siang, sembari mengaso dengan Ali sang mandor itu dibelakang mes, wanita muda itu lewat. Wajahnya yang tanpa polesan apapun tak menghilangkan kecantikannya, dengan rambut hitam bergelombang, melenggang melewati mereka.

”Pak... itu dia yang saya ceritakan tempo hari ” ujar Ali bersemangat

”Oooo... itu ” sahut Dino seraya mengiringi langkah sang wanita itu menghilang dari pandangannya.

Kembali mereka berdua terlibat dalam pembicaraan serius mengenai pekerjaan yang tengah berlangsung. Tak lama kemudian wanita muda itupun kembali melewati mereka. Timbul keinginan Dino untuk mengenalnya.

”Mba... boleh kenalan?” tanya Dino. Wanita muda itu tersenyum manis seraya menghampiri. Dino dan Ali langsung bangkit dari duduknya dan menyambut uluran tangannya.

”Dino... ” ujar Dino

”Astri... ” ucapnya lembut. Selanjutnya pembicaraan mereka lancar mengalir sampai pada akhirnya.

”Mas Dino tadi saya dengar ringtonenya lagu Cindainya Siti Nurhaliza ya?” tanyanya. Memang saat dia tadi lewat mereka berdua tengah mengutak-atik ringtone ponsel Dino.

”Iya memang kenapa? Suka?” Dino balik bertanya.

”Minta dong... ” imbuhnya lagi. Waduh pikir Dino gimana caranya karena dia tak tahu cara mentransfer ringtone (maklum hp baru inventaris kantor). Idenya muncul seketika.

” Waduh sekarang saya agak sibuk bagaimana kalo hp-nya ditinggal saja, nanti sore pokoknya tau beres ringtone itu sudah ada dalam hp-mu... ” tanggap Dino dengan penuh hati-hati.

”Nggghh... Ok deh tapi jangan bohong ya?” ucap wanita muda itu lagi.

”Kalo perlu nanti mas antarkan ke rumah... ” lanjut Dino lagi yakin. Wanita muda itupun menyerahkan ponselnya dan Dino dengan berbunga-bunga menerimanya. Dapat deh nomer hp-nya... !

Setelah memanggil salah seorang supliernya akhirnya Dino siang itu berhasil mentransfer ringtone tersebut ke hp milik wanita muda itu dan seperti janjinya Dino menyerahkan hp itu sorenya ke rumah pemiliknya.

Malam itu dengan hati-hati menjelang tidur Dino mencoba meng-SMS Astri.

Dia tak berharap banyak karena tidak mengetahui kondisi wanita itu sebenarnya. Tak dinyana SMS balasan pun datang. Malam itu mereka ber-SMS ria sampai menjelang subuh. Begitu juga esoknya, malamnya juga begitu.

Hingga pada suatu malam Dino minta diantar Astri ke rumah salah seorang pekerja. Dan saat Aep, pekerja itu datang dan kemudian pamit pergi sebentar untuk suatu keperluan, tinggallah mereka berdua duduk bersisian di kursi.

Dino menatap wajah oval di sampingnya yang tengah menunduk, menyiratkan garis kecantikan yang alami. Ingin ia menikmati keindahan itu selamanya. Entah darimana datangnya keinginan itu membuat ia memberanikan diri.

”Astri... ”panggil Dino perlahan.

”Ya mas... ” sahutnya perlahan, berpaling menatap dengan kedua mata indahnya. Duh, mata yang indah, sangat mendebarkan jantung. Memandang Dino bak sebuah cahaya bulan purnama.

Tangan Dino meraih dagu lancipnya dan menggerakkan wajahnya mendekati wajah oval yang menyimpan keindahan itu. Saat wajah Dino hampir menempel, tiba-tiba Astri menunduk. Dino tak berhenti dan menjatuhkan kecupan lembut di keningnya. Waktu serasa berhenti saat itu. Dadanya seolah berdentam riuh menggemakan keinginan yang makin menguat. Setelah meredakan gemuruh dalam dadanya, kembali Dino menggamit dagu lancip itu, mendekatkan wajahnya perlahan, seraya memandang dalam-dalam kedua mata indahnya. Napas hangatnya menerpa permukaan wajah wanita muda itu. Astri memejamkan matanya dan perlahan bibir Dino mendarat lembut pada kedua bibir ranum Astri. Ringan saja kecupan tersebut tetapi menyentakkan ribuan voltase gairah pada mereka.

Astri tak menolakkan kecupan tersebut, kembali bibir Dino mendarat di permukaan bibir wanita muda yang sintal itu. Dikecupnya lagi perlahan, dan mulai melumati kedua bibir ranum itu menggoda gairah primitifnya. Astri terpejam membalas lumatan pada bibirnya hingga kedua bibir mereka berpalun – palun saling dirasuki gairah yang mulai terbit.

Kecupan dan lumatan Dino bergerak menjauhi bibir Astri menjalar sepanjang rahangnya yang melengkung indah, bergeser turun menjelajahi leher jenjang yang memutih bak pualam. Mengecup dan menjilati dengan lidahnya yang kasap terus keatas menuju wilayah belakang telinga dan mengulum cuping telinga tersebut dengan lembut. Terasa tangan wanita muda itu memegang erat pergelangan Dino.

”Masss... ” desah lirih Astri mulai terdengar perlahan.

Tiba-tiba terdengar kecipak langkah mendekati rumah Aep.

Langsung Astri mendorong dan membenahi wajahnya yang memerah dan menarik napas meredakan gemuruh gairahnya yang tadi terbangkit. Aep masuk, dan setelah menyelesaikan keperluannya dengan Aep, Dino beranjak pulang dengan kembali diantar Astri.

Pada malam ketiga mereka ber-SMS ria topik yang mereka bahas menjadi lebih intim hingga menyinggung masalah seksualitas. Tak disangka SMS balasan Astri pun tak kalah ’panas’nya, dari seksualitas umum hingga detail- detail hubungan suami istri (Astri adalah seorang janda muda beranak satu yang ditinggal suaminya menikah dengan wanita lain empat tahun yang silam)pun dibahasnya. Dino mengatakan dalam SMSnya bahwa ia adalah tipe lelaki yang selalu mendahulukan kepuasan pasangannya dalam bercinta. Astri meledeknya hingga Dino pun panas dan menantangnya. Gayungpun bersambut Astri tak menolak meskipun tak mengiyakan.

Hingga suatu siang menjelang istirahat, ponselnya berbunyi, diliriknya LCD-nya, SMS dari Astri.

’Mas bisa kerumah sekarang Astri pengen bicara, lewat belakang aja ya... ”,

Apalagi yang mau dibicarakannya setelah SMS-SMS ’panas’ kemarin detak Dino dalam hati. Langsung Dino beranjak seraya berujar pada mandor dan satpam proyek,

”Ke mes dulu mo buang air”,

Dengan langkah tergesa Dino melangkah kearah mes, melewati halamannya, berbelok ke kiri menjejeri jalan di samping mes terus ke belakang, melewati pagar dan berbelok kekanan hingga tertumpu pada pintu belakang rumah Astri. Perlahan mengetuk pintu yang langsung dibukakan. Wanita muda itu menatapnya tersenyum manis.

”Masuk mas... , Cuma ada saya ko, bapak ibu dan Putri (anaknya) sedang ke BJ” ,terangnya. Dino melangkah masuk sembari mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan. Seraya menutup pintu Astri mengemasi safety shoes Dino dan memasukkannya ke dalam.

”Disini saja ya mas duduknya... ”,ujarnya seraya menyodorkan sebuah kursi bulat.

”Mo bicara apa... ... ” ,tanya Dino.

”Lagi suntuk aja, daripada bengong mending ngobrol dengan mas” ,imbuhnya lagi seraya menyisiri rambut ikal legamnya dengan jemari lentiknya.

Pembicaraan mereka mengalir lancat diselingi canda-canda kecil, mencairkan suasana yang tadinya agak kaku. Hingga...

”Eh... mengenai SMS semalam tadi itu serius... ?” ,tanya Dino.

Wanita muda itu tak menjawab dan hanya menunduk dan menatap tajam dengan kedua sudut mata indahnya. Dino beranjak mendekati dan berjongkok menghadap Astri. Sebelah tangannya mendarat pada bahu yang mulus telanjang itu, tangan kanannya menggamit dagu lancip yang beberapa hari lalu di kecupnya. Mendongakkan wajah ovalnya sambil memandang kedua bola mata yang indah itu. Merasakan waktu melambat saat – saat bergerak mendekatkan wajahnya, menghembuskan napas hangatnya, menikmati terpejamnya kedua bola mata indah itu dan mendaratkan kecupan yang perlahan-lahan berubah menjadi lumatan-lumatan liar pada bibir ranum yang lembut itu.

Lidah Dino mulai menjalari permukaan bibir ranum itu, menggodanya hingga kedua bibir itu membuka perlahan. Menjalari bagian dalam bibirnya dan kembali mengulum bibir atas dan bawahnya bergantian.

Kedua tangan Astri meraih keatas dan merangkul bahu dan leher Dino. Ciuman dan lumatan bibir Dino makin bergelora, Astripun membalas dengan tak kalah ’panas’nya.

”Hmmmhhhh... ” ,desahnya perlahan diselingi kecipak dua pasang bibir mereka bergelut saling membelit di dalam rongga mulut Astri.

Dino meraih tubuh sintal tersebut dan merebahkannya di karpet lembut di ruangan tersebut. Kembali lidah Dino menjalar dari kedua bibir ranum bergerak menyusuri rahang terus mengecup urat leher yang membentuk formasi penyangga kepala itu dengan bergairah. Terus keatas ke balik cuping telinga yang melancip, menjilati dan melumati wilayah itu dengan tekun.

”... mass... ” ,rintih Astri perlahan seraya membelalakkan mata indahnya menikmati sensasi yang tak terbendungkan lagi membangkitkan gairahnya yang terpendam selama empat tahun ini.

Tangan Dino tak tinggal diam mulai menjalar meraba - elus permukaan buah dada yang masih di balut pakaian itu. Melingkari bukit membusung itu dengan jarinya, berputar mengirimkan jutaan sengatan kenikmatan. Terus turun ke bawah menemukan tepian kaos dan menyelusup ke dalam. Merabai- mengelus permukaan kulit yang halus dengan jemarinya.

”Mmmhhhh... oohhhh” ,erangan demi erangan dari bibir wanita muda itu mulai terdengar diselingi kecipak bibir yang berpadu.

Tanpa disadari pakaian Astri mulai tersingkap di bawah tindihan Dino dan dengan cekatan pula jari Kino melepas kait bahan pembungkus buah dada wanita muda itu. Astri yang saat itu tengah di amuk nikmat membiarkan bahan pembungkus itu terlepas dari tempatnya membebaskan isinya mencuat lepas, memperlihatkan kemulusannya yang memutih membulat padat dengan puncak berselimut noktah mungil merah kecoklatan.

Dino beranjak bergerak turun diikuti pandangan mata Astri yang menatapnya dengan sendu. Lidah dan bibir lelaki itu mengecup tonjolan melengkung pada pangkal leher wanita itu terus kebawah, menjilati permukaan kedua bukit yang padat membusung di dada wanita muda itu bergantian.

Hingga...

”Ahhhh... mas... ”,erang wanita muda itu menggigil seraya menggeliatkan tubuh atasnya saat kedua bibir Dino mencucupi putik dadanya.

Oh... ! rasanya seperti didera berjuta nikmat kesangatan. Bergantian putik yang kiri dan kanan tak ketinggalan sehingga membuatnya mengkilap karena basah. Kuluman Dino pada putik yang telah mengeras itu bak sengatan yang menambah pasok kenikmatan yang makin menggelegak. Kedua tangannya mengerumasi rambut Dino dan terkadang menyelusup ke balik kaos di belakang mencari pegangan kuat atas gelombang nikmat yang tengah menderanya.

Sembari mencucupi kedua putik di dada yang padat membusung itu tangan Dino bergerak turun menemukan kancing jeansnya Astri, melepas kait dan rits-nya seraya mencium- jilat permukaan perut yang mulus rata itu. Tangan Dino meraih ban celana jeans itu dan menariknya turun dengan perlahan.

Wanita muda itu membantu dengan mengangkat pinggulnya sehingga jeans itu pun lolos dengan mudah menampakkan kedua paha yang jenjang mulus ditumbuhi bulu halus berkilau ditimpa sinar matahari siang yang menerobos tirai jendela.

Dino bangkit dan melepas kaosnya di bawah tatapan Astri dengan napas yang memburu. Melonggarkan ban pinggangnya dan meloloskan celana. Mereka kini dalam keadaan hampir telanjang hanya ditutupi secarik kain pada sela paha masing-masing.

”Ouuhhh,,,,,mas... ahhhh... ” ,erang Astri tatkala mulut Dino mencucupi kewanitaannya yang masih terbalut kain tipis itu.

Kedua tangan Dino tak tinggal diam mengelus dan merabai kedua bukit yang membusung di dada wanita muda itu. Jari Dino juga turun dan mengelus permukaan paha jenjang yang mulus itu, menyelinap ke balik karet penutup sela paha Astri dan mengurut perlahan.

”Oghhhh... ” ,Astri tersentak saat jemari Dino menyelusup ke dalam kewanitaannya yang telah lembab itu.

Matanya yang indah membeliak seraya menggelinjang dengan napasnya seperti tersedak. Seluruh permukaan bagian dalam kewanitaan itu telah basah dan berdenyut-denyut. Gerakan jari Dino mengelitik seluruh pemukaan peka didalamnya.Dino kembali menarik jarinya yang telah basah itu dan mereka saling tatap dengan napas yang memburu diiringi Dino mencucupi jarinya sendiri membersihkan cairan yang menempel pada jarinya. Tangan Dino kembali bergerak meraih karet penutup sela paha wanita muda itu, menariknya hingga terlepas !. Semuanya berjalan lancar dan mudah. Begitu juga pakaian dalam Dino telah terlepas, mereka kini tak ubahnya seperti dilahirkan, polos telanjang tak selembar benangpun menempel... !!

Dino meraih kedua kaki jenjang itu, mengecupi betis Astri yang bernas itu dengan lembut, menjilati dengan lidahnya yang kasap di bawah tatapan Astri yang makin sendu, turun terus ke bawah menjilati paha bagian dalam kedua kaki itu bergantian.

”Ja... jangan mass... ”,desah Astri saat bibir Dino mendarat pada bukit kewanitaannya yang dilingkup semak meranggas.

”Nikmati aja... ” ,ujar Dino.
Lidah Dino menjilati permukaan lepitan yang memerah muda itu dan mendesak masuk lebih dalam.

”Aahhhhh... ohhhhhhh” ,erang Astri merasakan lidah Dino bak seekor phyton yang tengah memasuki sarangnya.

Menemukan tonjolan sebesar kacang disana `menjilat dengan hisapan bertubi-tubi. Pinggul wanita sintal itu bergerak-gerak gelisah mengimbangi serbuan lidah Dino. Kedua tangannya menggerumasi rambut Dino dan menekankan kepala lelaki itu tanpa sadar.

”Masss... uhhhhhhhh” ,lenguhan demi lenguhan menceracau keluar dari bibir ranumnya.

Seluruh permukaan bagian dalam dari liang itu telah basah dengan aroma khas yang makin membangkitkan gairah Dino. Jilatan dan hisapan yang dilakukan Dino membakar semua sumbu nikmatnya membuat tubuh sintal itu menggerinjal hebat, menggeliat-geliat di bawah tekanan kedua tangan Dino pada pinggulnya. Gelombang demi gelombang nikmat makin bergelora menyeret dirinya hingga tak tertahankan lagi.

”Massss... ooohhhhhh” ,jeritnya kecil saat klimaks menggulungnya, menerbangkan wanita muda itu ke bintang-bintang di angkasa dan menenggelamkan pada palung nikmat tak berujung.

Tubuh sintalnya melenting, kedua tangannya mencengkeram bahu Dino dengan kuat. Beberapa menit situasi itu berlangsung. Dino membiarkan Astri menikmati klimaksnya dengan sepuas-puasnya, mempersiapkan wanita sintal itu untuk etapar selanjutnya yang lebih bergelora. Dino merangkak naik perlahan, merebahkan tubuhnya diatas tubuh sintal wanita muda itu. Bergoyang ke kanan dan kekiri menyibakkan kedua paha yang mulus itu. Kedua paha Astri perlahan membuka memberikan ruang pada pinggul Dino untuk merapat.

Astri membuka matanya, napasnya masih memburu dengan keringat yang terpercik pada kening dan dadanya yang bulat dengan putik membusung tegak.

”Mass... ..?”,tanyanya lirih.

”Nikmati saja sayang... ” ujar Dino menghilangkan pertanyaan dan keraguan di wajah wanita muda itu.

Sambil tersenyum kedua tangan Astri menarik kepala lelaki itu kearahnya, melumat dengan ganas bibir Dino. Sambil menatap mata Astri yang meredup, Dino kembali bergerak menggosok... , meluncurkan batang kenyal miliknya menelusuri permukaan lepitan kewanitaan Astri. Maju - mundur menikmati setiap gesekkan batang kenyalnya yang melintang pada permukaan kelembaban yang menawarkan nikmat tak terkira itu.

”Ohhh... mas... ya disana... ” ,Kembali erangan dan lenguhan Astri meningkahi gerakan lelaki itu.

Kedua tangan Astri yang tadi memeluk leher Dino turun ke bawah dan menemukan kedua bola pinggul Dino dan dengan segera di cengkramnya dengan ketat menekankan lebih kuat ke bawah seiring dengan gerakan kedua kaki jenjangnya mengunci di belakang pinggang Dino. Dino bergerak maju mundur merasakan setiap sentuhan lepitan kewanitaan Astri yang lembab menggosok batang kenyalnya. Naluriah Astri bergerak menyambut dengan gerakan seirama merasakan batang kenyal itu menggerus lepitannya. Gerakan mereka semakin kompak. Sesekali ujung membola kejantanan Dino menusuk...

”Ohh... ” desis Astri merasakan ujung membola kejantanan Dino menyeruak, hangat, menyentuh permukaan lembut di dalam kewanitaannya. Tak dalam hanya kurang lebih tiga sentimeter namun mengirimkan berjuta – juta sengatan nikmat.

Rasanya bagi Dino seakan – akan ujung kejantanannya diselimuti kelembutan yang kenyal mencekal. Dino mengangkat tubuhnya hingga duduk berselonjor. Mengangkat pinggul wanita muda menumpu pada kedua pahanya. Kedua kaki jenjang Astri menekuk di sisi tubuh Dino dalam posisi masih terbuka. Kewanitaannya semakin terkuak, memerah muda dalam kebasahan yang semakin siap. Seraya menggenggam pinggul Astri dengan tangan kirinya, Dino mengarahkan batang kejantanannya tepat pada lepitan kewanitaan wanita itu. Dengan memegang batang pejalnya Dino mendorong kedepan...

”Mass... ..?”,tanyanya lirih kembali.

Dino mendorong kembali, tak mau terlalu dalam, hanya ujung batang pejalnya menyeruakkan lepitan Astri di bawah sana. Kedua tangan Astri memegang lengan Dino menahankan dorongan yang terlalu jauh. Dino bergerak...

Dengan jarinya yang menggenggam kejantanan untuk membatasi, hanya ujungnya saja yang masuk, Dino menggerakkan batang pejal itu naik turun sepanjang lepitan itu, menggosok permukaan didalam kewanitaan wanita muda itu.

”Ooooohhhh... ,ohhhh... !!” , desah Astri keras.

Pinggul indahnya ikut menggerinjal mengimbangi gerakan ujung membola kejantanan Dino. Rasanya kenikmatan yang timbul semakin menderu – deru menyeret dirinya semakin tak terkendali. Menyadari hal itu Dino memindahkan kedua tangannya menggamit kedua lutut wanita membelainya dengan perlahan.

”Oooohhh... mass... ”, rintih Astri berulang kali.

Kini pinggul indah Astri mengambil alih, bergoyang, memutar- mutar dengan lincah. Gerakan itu menyebabkan kewanitaannya yang telah basah itu serasa di aduk – aduk oleh ujung membara batang pejal Dino. Tak terkendali dan semakin liar gerakan pinggul Astri. Rasanya seperti kecanduan. Kedua tangannya yang lentik itu kini bergerak menjangkau kaki Dino dan bertumpu pada lutut Dino. Tubuh indahnya terangkat , hanya bahunya yang menempel pada karpet. Dengan begini Astri leluasa menggerakkan pinggulnya, berputar – putar, mengayun naik turun.
Ayunan pinggul itu semakin cepat saja...

”Mass... ... ?”,panggi lnya lirih.
”Hmmm... ... ”,gumam Dino.
”Pandang mata Astri mas... ”,pintanya perlahan.
”Ya... ada apa... ?”,tanya Dino.
”Rasanya... semakin... gilaa... ”, sahutnya lagi.
”Bener... ... ”, tambah Dino.
”Mas... ... ”, panggil Astri kembali.

”As... Astri... ingin lebih... ” ujar wanita muda itu parau, matanya meredup hampir terpejam. Dino tak menjawab hanya menatap wajah yang merona merah yang dibasahi peluh disana sini itu.

Lalu... ...
”Ohhh... mass..”, jeritnya kecil seraya mendesakkan pinggulnya memutar perlahan.

Tubuhnya bergetar dengan paha mengejang. Perlahan batang pejal Dino tenggelam mili demi mili di telan kelembutan kewanitaan Astri. Tiba – tiba tubuhnya menaik mencoba duduk, memeluk ketat leher Dino, menggigit kecil pundak tegap itu dan mendesakkan tubuhnya turun, hingga seluruh batang kejantanan Dino terbenam utuh... !!!

”Ahhh... !!”jerit wanita muda itu panjang.

Langsung tubuh indah itu merebah ambruk menyeret tubuh Dino bersamanya. Dan kedua kaki jenjang itu langsung bersilangan di belakang mengunci pantat Dino. Dengan napas tersengal – sengal mereka berbaring melekat erat, telah bersatu padu. Dino mengangkat wajahnya menatap wajah berpeluh itu seolah tak percaya, semuanya begitu cepat berlangsung hingga ia tak sempat bereaksi. Wanita sintal itu mengecup kening Dino, sambil tersenyum mengganggukkan kepalanya perlahan.

”Mass... tuntaskanlah... ”’ pintanya lirih.

Terasakan oleh Dino bagaimana seluruh dinding lembut dalam liang kewanitaan wanita sintal ini mencekal erat kejantanannya. Dino bergerak naik hingga kejantanannya terlepas kembali dari cekalan nikmat liang tadi.

”Mmmhhh... uhf”,Dino mendesis menyatakan gairahnya yang membakar jiwanya.

Hampir tak tertahankan lagi, kedua tangan Dino bergerak turun menemukan kedua paha jenjang wanita muda itu. Terdiam sejenak sambil menarik kedua kaki jenjang itu keatas melewati lengannya, mengunci kedua lutut tersebut dengan lengan dan sikunya. Sehingga pinggul wanita muda itu mengangkat menguakkan kewanitaannya ke permukaan dan kembali bergerak...

”Ah... mass... lagi... lagi... terusskan sekarang... !”,pintanya parau.

”Sungguh... ? ” ,tanya Dino kurang yakin.

”Sekaraaanng... mass, ssekaraaang... !!!, Astri ’ga... tahann..ayoo..!” ,rengek wanita sintal itu lagi seraya menekan pantat Dino kearah tubuhnya lebih erat, memohon penyatuan yang sempurna.

”Ayo... mass... ya... !”,rintihnya lagi sambil mengangguk tatkala Dino menempelkan ujung batang kenyalnya ke permukaan lepitan kewanitaan Astri dan bersiap mendorong...

Ujung membola batang kenyal Dino yang tegak dari tadi mendesak dan...

Ketika Dino mulai mendesak Astri, sebuah sensasi baru hadir, sebuah kejutan penuh rasa nikmat nan indah, sebuah penyatuan alam. Astri mencoba membantu mempermudah dengan menggerakkan pinggul, bagai penari perut memainkan pertunjukkan diatas panggung. Dino dengan sabar menunggu, menekan pelan, sangat pelan, ketika jeritan kecil terdengar.

”Ohh... masss... ”,terdengar lirih Astri memohon.
”Mass... !”,jerit Astri.

Dino menghentikan tekanan. Diiringi sebuah jeritan kecil panjang, diiringi tancapan kuku Astri ke punggung Dino, ujung membara batang kenyal Dino kembali membelah lepitan kewanitaannya. Kedua bola matanya membeliak. Tetapi tubuhnya menggigil seperti demam dan cengkeraman kedua tangannya semakin kuat pada bola pantat Dino.

”Ahh... !!!” ,rintih Astri keras.

Tubuhnya mengejang dan dengan kepala mendongak tatkala Dino bergerak mendorong perlahan. Mata indah wanita sintal itu membeliak menikmati mili demi mili penetrasi tersebut dengan napas seperti tersedak, wajahnya yang merona merah berkeringat terlihat sangat ekspresif makin membuat Dino bersemangat, sesaat Dino kembali mendorong pinggulnya dengan perlahan membenamkan batang kejantanannya seutuhnya ke dalam tubuh wanita muda itu. Sungguh pemandangan yang dramatis menyaksikan ekspresi wanita muda ini saat di’tembus’.(Moment yang masih terekam hingga kini dalam ingatannya)

”Pekerjaan utamanya selesai sudah dan tinggal menyelesaikan sisanya”, pikir Dino. Dia mulai bergerak perlahan naik turun, merasakan jepitan dan denyutan dinding kewanitaan milik Astri mengurut dan memijat batang kejantanannya. Gesekan urat-urat batang kejantanannya pada permukaan lembut melembab dalam kewanitaan Astri merupakan sensasi yang makin menggiringnya pada gelombang – gelombang yang makin membulak-bulak menyala-nyala membakar hasratnya.

”Ohh... massss... yah... uhhhhh... ”,erangan Astri semakin keras tak beraturan lagi, menceracau seperti orang kerasukan.

Tubuh sintalnya yang telah berkeringat di sana sini mengelinjang-gelinjang dengan hebat ditingkahi gerakan naik turun tubuh Dino diatasnya. Kaki kanannya terlepas dari siku Dino dan mengunci ke belakang pinggang lelaki itu.

Terkadang Dino berhenti sejenak, tetapi dengan mengedan mendenyut-denyutkan batang kejantanannya di dalam kewanitaan Astri menimbulkan variasi tekanan yang berbeda - beda pada permukaan dinding lembut di dalamnya. Peluh telah bercucuran membasahi setiap jengkal tubuh mereka. Pendakian ke puncak klimaks yang sangat melelahkan ini tak membuat mereka berhenti untuk memacu biduk cinta semakin cepat. Gerakan mereka seirama di pandu denyut – denyut birahi yang semakin menggetarkan permukaan genderang asmara. Bertalu – talu semakin cepat berdentam – dentam merasuki sukma.

”Ohh,... aaaaah,... ”,jerit kecil Astri terdengar setiap denyut-denyut batang kenyal dalam tubuhnya menyentuh pusat birahinya.

”Lagiii... teruss... ahh... ” ,ceracau Astri tak beraturan. Dino terus bergerak naik turun diatas tubuh indah Astri, yang merasakan setiap batang pejal itu menghunjam rasanya seperti dipenuhi oleh uap membara dan setiap di tarik tubuhnya terasa terhisap oleh pusaran gairah serta kecipak merdu terdengar dari setiap gerakan mereka yang makin cepat. Tubuh sintal Astri mulai menggigil dan Dino tahu saatnya telah hampir datang bagi wanita muda yang saat ini ditindihnya dan ia pun memacu gerakan memompanya, bagai piston mesin kejantanannya menghunjam keluar masuk kewanitaan Astri semakin cepat.

”Ya mass... ohhh..’ga tahan... lagiii... ”,jeritnya parau
”Ahh... massssss... ”.
”Astri sampaii mas... sampaii masss... ohh” ,jerit Astri.

Saatnya puncak klimaks kembali menyeret, menggulung dan menghempaskannya pada nirwana berwarna warni. Wanita sintal itu melengkungkan punggungnya, kedua pahanya mengejang serta menjepit dengan kencang, menekuk ibu jari kakinya, membiarkan bokong bulatnya naik-turun menyentak berkali-kali, keseluruhan badannya berkelojotan dengan nafas tersengal-sengal, menjerit serak dan... ,

Akhirnya larut dalam klimaks total yang dengan dahsyat melandanya, diikuti dengan suatu kekosongan melanda dirinya dan keseluruhan tubuhnya merasakan lemas seakan-akan seluruh tulangnya copot berlolosan. Astri berkelojotan di bawah dengan kedua tangannya memeluk ketat dan kakinya terkangkang lebar dengan kejantanan Dino terjepit di dalam liang kewanitaannya. Liang tersebut berdenyut – denyut dengan cepat, berkontraksi mengurut batang pejal Dino seakan hendak memeras isinya hingga tak bersisa. Mata indahnya membeliak diiringi tubuhnya melenting bak busur panah dan mencengkeram bola pantat Dino, menekannya dengan kuat kearah tubuhnya

Dino bergerak makin cepat walaupun makin sulit, karena kuncian tangan wanita muda itu, dan dengan napas memburu mengejar puncak yang tengah dinikmati Astri. Makin cepat menghunjam dan akhirnya tak tertahankan lagi dengan suatu sentakan menekan keras batang kejantanannya hingga menyentuh dasar kewanitaan Astri, batang pejalnya menggelegak sesaat...

”Oughhh... ” ,seraya menggeram Dino melepaskan beberapa kali semburan lava kentalnya dalam liang kewanitaan Astri.

Berkali-kali semburan itu terulang hingga daya semburnya melemah dan mereda, lalu tubuhnya ambruk diatas tubuh Astri.

Setelah mereda Dino menggeliat menjatuhkan tubuhnya ke sisi Astri. Berdua mereka terdiam dalam rasa masing-masing. Astri bergerak menjatuhkan kecupan ringan di pipi Dino.

”Makasih mas... , mas gile beneerrr... ” pujinya

”Apanya yang terimakasih, malah mas ragu tadi kamu beneran saat... ” ujar lelaki itu sambil merapihkan rambut yang jatuh di wajah wanita muda itu.

”Tadinya sih iya begitu... , tapi Astri ga kuat menahankan cumbuan mas apalagi setelah mas bilang nikmati aja tadi... , ya sudah Astri nikmati aja... dan ternyata ga cukup hanya petting saja... hingga itu tadi..” ujar Astri mengecup kening Dino.

”Terus terang saat dengan mas inilah... Astri baru merasakan klimaks itu seperti apa, wuihhh... bukan main rasanya”,imbuhnya lagi.

”Jangan tinggalkan Astri ya mas... ya?.”pintanya memohon.

Dino tak menjawab dan hanya menjatuhkan kecupan pada kedua mata indah itu.

Ternyata menurut penuturannya kepada Dino, masa - masa dengan suaminya terdahulu tak sekalipun mengalami apa yang dinamakan klimaks. Berarti akulah yang telah berhasil memberikan klimaks pertama pada wanita muda ini, pikir Dino dengan bangga.

Dan percintaan mereka pada masa-masa berikutnya pun makin membara dan bergejolak...

Tamat

Demi Kepuasan

Entah apa yang membuatku tergila-gila kedalam permainan seks Tommy. Hampir setiap langkah aku selalu ingin berada di dekatnya. Bisikan, ciuman, rabaan, dan keperkasaannya di ranjang, selalu membuatku ingin terus mengulanginya, sampai diriku benar-benar puas, bermandikan keringat dan melayang-layang diatas segala kenikmatan duniawi.

Aku sendiri heran, mengapa hanya dengan Tommy saja diriku bisa terpuaskan. Terus terang sebagai wanita berusia 24 tahun, tingkat kebutuhan seksualku terbilang tinggi. Jika sampai dua hari saja aku tidak melakukan hubungan seks, aku seperti orang linglung, pucat, dan tanpa gairah.

Kalau sudah begini, biasanya aku selalu melakukan masturbasi dengan alat bantu penis buatan yang terbuat dari karet yang dapat bergerak-gerak. Meski punya nafsu gila-gilaan, aku ogah disebut maniak seks.

Firman, suamiku sendiri, tak mampu melayani kehausanku tersebut. Dia hanya mampu bertahan hingga 'ronde' kedua saja, setelah itu batang penisnya sudah tidak akan mampu lagi untuk 'bertarung', sementara itu aku masih mengharapkan permainan seks ini berlanjut ke 'ronde' empat atau lima, untuk mencapai puncak orgasme yang kuidam-idamkan.

Maka, sejak hubunganku dengan suami tidak harmonis, kugunakan saja kesempatan ini untuk 'melanglang buana'. Mencari jati diri dengan melampiaskan seluruh keinginan seksualku. Sebenarnya aku tidak ingin melakukan semua ini, karena buah perkimpoian kami telah menghasilkan seorang putri. Namun, aku telanjur tergelincir ke dalam permainan seks for fun dengan seorang pria yang usianya tak jauh berbeda denganku.

Dialah Tommy, salah seorang kenalanku. Mulanya hubungan kami biasa-biasa saja. Namun gaya bicaranya yang 'khas' sangat mengundang simpatiku. Apalagi senyumnya yang mempesona. Sungguh, Tommy sangat mengundang nafsu birahiku. Lama-kelamaan aku semakin mengaguminya. Tanpa sadar aku telah terseret kedalam pesona birahinya.

Cerita itu berawal dari kondisi di mana aku sedang dililit masalah di kantorku. Aku menelepon Tommy untuk meminta pertolongannya. Dengan segala kebaikannya akhirnya dia bersedia datang dan membantuku mencari jalan keluar terhadap masalah-masalah yang sedang melilitku, setelah persoalannya beres, dia menawarkan kepadaku untuk diantarkan pulang.

Entah setan mana yang menggoda dan merasuki jiwaku, tiba-tiba saja aku tergoda dengan penampilan Tommy yang sederhana. Kulitnya yang coklat pekat tiba-tiba saja mengundang gairahku. Saat-saat seperti ini tentu aku tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk berduaan dengannya.

Ketika kuajukan tawaran untuk bermalam di sebuah hotel, ternyata dia tidak menolak. Di sinilah awal perselingkuhanku dengannya, di hotel PIN kamar 214. Sesaat setelah masuk kamar, kami berdiam saja. Aku masih menunggunya untuk memulai permainan. Karena dia masih malu-malu, akhirnya aku menggodanya dengan menyuruhnya membuka resluiting bajuku. Selanjutnya kurebahkan tubuhku kepangkuannya, dan kucium lembut jari-jemarinya tangannya. Aroma tubuhnya spontan membuat gairahku bergelora.

Mengetahui aku mulai beraksi, Tommy bereaksi dengan membalas kecupanku, dengan memberikan sentuhan-sentuhan lembut di dadaku, sekali-kali dia juga mengecup leherku. Tommy saat itu masih mengenakan pakaian lengkap, segera kubuka ritsluiting celananya. Serentak dengan itu tanganku meraih batang penis yang tersembunyi dibalik celana dalamnya dan kuraih aku melumatnya batangan penis Tommy dengan mulutku.

Tommy pun tidak mau kalah, semakin waktu berpacu, semakin jantung kami berpacu kencang, tetes-tetes keringat kenikmatan mulai mengucur dari tubuh kami berdua, kunikmati sepenuhnya kelembutan kecupan Tommy yang semakin menjarah ke seluruh bagian-bagian tubuhku, hingga tak tersisa di bagian-bagian sensitif yang tersembunyi sekalipun.

Aku bagai diawang-awang. Tubuhku yang kini telah bugil seluruhnya dilahapnya dengan habis, hingga aku merasa sangat puas. Bahkan malam itu aku mencapai puncak orgasme sampai empat kali. 'Malam pertama'ku dengan Tommy tentu saja sangat mengesankan bagiku. Setelah itu aku, pikiranku seolah tak pernah lepas dari bayangan keperkasaanya yang telah merontokkan seluruh persendianku. Hingga akhirnya semua kegiatan menjadi kacau. Tanpa penyesalan, kucampakkan begitu saja lelaki yang tak pernah memberiku kepuasan puncak ini.
Pada minggu berikutnya, kutelepon Tommy untuk menjemputku pergi. Hari itu aku dan Tommy kembali 'bertarung sengit' di sebuah villa di Trawas, Mojokerto. Di kamar, aku yang berbusana seksi, ternyata langsung menarik perhatian Tommy, dia langsung mendekapku dengan erat, serta dengan cepat menanggalkan seluruh busana yang kukenakan sampai tak tersisa di tubuhku. Tanpa sepatah katapun, dia sudah langsung 'menyantapku' dengan panasnya.

Sebenarnya aku bermaksud melepaskan diri untuk menggodanya, tetapi lumatan bibirnya membuatku menggeliat hebat. Aku dibuatnya tidak berdaya dan pasrah menerima kenikmatan-kenikmatan yang diberikan dari tubuhnya.

Saat berbalik, aku menindih tubuhnya, serta membalas lumatan-lumatan bibirnya. Kini giliranku untuk mempermainkan seluruh bagian-bagian tubuh Tommy yang sensitif, terutama di bagian batang penis Tommy yang begitu kugila-gilai dengan menggunakan lidahku. Aroma tubuh Tommy semakin membuat daya fantasiku mengembang dan mengobrakan seluruh gairah-gairah yang ada di dalam tubuhku.

Kuambil sebotol minuman dan kutuangkan perlahan-lahan di tubuh Tommy, lalu kuhisap kembali hingga kering. Tommy menyeringai, tangannya meremas-remas payudaraku, semakin kencang remasan-remasan tangannya, semakin kencang juga kulumat bibirnya.

Fantasi demi fantasi terus berkembang, begitu juga variasi demi variasi posisi kami lakukan untuk mencari kenikmatan-kenikmatan seks yang maksimal. Hal tersebut membuat aku dan Tommy seperti kerasukan, sehingga kami tidak bisa menghitung lagi berapa kali kami telah mencapai puncak-puncak orgasme malam itu, entah tujuh atau delapan kali aku mencapai klimaks, sampai akhirnya kami lemas setelah tubuh kami tidak punya kekuatan lagi untuk menopang berat tubuh kami masing-masing.

Kegilaanku atas permainan seks Tommy semakin membuatku tidak tahu waktu. Mamaku sangat jengkel atas kelakuanku ini, yang melupakan pekerjaan dan mengurus anak kami. Saking jengkelnya mamaku akhirnya mengusirku dari rumah. Setelah kejadian itu, aku memutuskan untuk tinggal serumah dengan Tommy. Disaat begini, hampir setiap hari waktuku tidak pernah beranjak dari kamar.

Dengan sabar kutunggu Tommy hingga pulang kerja, dan kulayani Tommy bagaikan suamiku. Kalau sebelumnya aku tidak pernah mencuci celana dalam suamiku, kini aku rela mencuci celana dalamnya. Namun akhirnya hubunganku dengan Tommy menjadi retak, lantaran aku tidak mampu mengatasi rasa kecemburuanku yang berlebihan. Sampai-sampai aku tidak rela Tommy keluar malam meskipun untuk kerja.

Setiap Tommy lembur kerja, pikiranku selalu gelisah. Aku sering marah-marah, jika Tommy terlambat pulang. Maklum, Tommy orangnya mudah terpengaruh. Dan kutahu dia banyak mendapat godaan dari teman-teman wanita sekerjanya.

Semakin kusayang akhirnya aku lepas kontrol untuk tidak dapat menahan amarahku. Kekesalanku ini membuat Tommy menjadi marah besar, dan akhirnya dia memutuskan untuk berpisah dariku. Meskipun telah diputuskannya, sekali-kali aku masih meminta 'jatah' kepadanya. Sejak itu aku sering bergonta-ganti pacar untuk meredam gairah seksualku, aku akan meninggalkan begitu saja pacar yang kuanggap tidak 'macho' di ranjang, dan akan mencari pacar baru yang kuharapkan mempunyai kemampuan setara dengan Tommy atau bahkan kuharapkan lebih hebat dari Tommy. Hingga kini meskipun aku telah bergandengan dengan pacarku, jika Tommy menghubungiku maka aku sampai saat ini tetap tak kuasa untuk menolak untuk bermain cinta dengannya, Tommy bagiku masih merupakan sosok pria yang benar-benar luar biasa.

Tamat