Kamis, 11 November 2010

Sesuatu Terjadi di Hotel

Pesawat Qantas yang membawa saya dan ratusan penumpang lainnya baru saja tinggal landas dari bandara Internasional Soekarno Hatta menuju Sydney, Australia pukul 9 malam. Bunyi mesin menderu sangat kencang. Saya duduk di ekonomi kelas. Saya mendapat tugas dari pimpinan perusahaan tempat saya bekerja untuk meeting dengan head quarter yang berada di Sydney. Maklum dengan jabatan saya sebagai manajer, banyak hal yang harus dilakukan termasuk salah satunya meeting dengan head quarter menyangkut launching suatu produk baru.

Saya menengok ke sebelah saya, nampak seorang bule dengan rambutnya yang pirang. “Gila, mak, cakep banget.” kataku dalam hati. “Hei. How are you going?” kata saya sambil tersenyum. “Are you Indonesian?” tanyanya sambil tersenyum. Saya bilang “Yes”. “Hello, nama saya Jess. Nama kamu siapa?” tanyanya dalam bahasa Indonesia dengan sedikit Aussie accent sambil memandang saya dengan kebingungan. “You can speak Indonesia?” tanyaku. “Yah, saya bisa berbicara bahasa Indonesia.” katanya lagi.

“Oohh…nama saya Alex.” kata saya sambil benar-benar memujinya habis-habisan. “Bahasa Indonesia kamu bagus sekali.” kata saya. “Saya adalah seorang konsultan di sebuah perusahaan international di Jakarta. Saya sudah lama tinggal di Indonesia selama 5 tahun.” katanya. “Oooh begitu…”kata saya. Secara nggak sengaja saya melirik ke arah tubuhnya yang terbungkus kaos dengan tangan panjang. Kira-kira 36C ukuran buah dadanya. “Bener-bener padat dan berisi buah dadanya.” kata saya dalam hati. “Kalau kamu Alex,…” tanyanya. “Saya mendapat tugas dari pimpinan perusahaan dalam rangka bisnis dengan perusahaan head quarter yang berada di Sydney dalam rangka peluncuran produk baru. “Oooh begitu…” katanya.

Tiba-tiba terdengar suara dari kabin pesawat yang menyatakan bahwa makan malam sedang dibagikan. “Saya mendapat cuti 2 minggu dari perusahaan. Jadi saya ingin pulang kampung istilahnya. Keluarga saya tinggal di sebuah kota kecil, Dubbo kurang lebih 250 km sebelah barat dari Sydney. Jadi untuk sementara saya tinggal di hotel karena keluarga saya akan menjemput saya dalam waktu 2 hari. Kemudian saya tanya, “ Kalau kamu nggak keberatan, di hotel mana kamu tinggal?” “Saya akan tinggal di hotel …(Sambil menyebut sebuah hotel berbintang 5 dijantung kota Sydney.” “What the…?” kata saya sambil terbelalak. “Saya juga tinggal di hotel itu. Wah kok bisa sama yah. Lumayan bisa ada teman untuk mengobrol.” kata saya dengan sedikit terkejut. Kami terus ngobrol. Ternyata Jess itu orangnya benar-benar enak diajak ngobrol. Bahasa Indonesianya benar-benar bagus. Tidak ada bahasa slengnya. Terus sempat cerita pengalaman pribadinya ke saya orang yang baru dikenalnya bahwa dia pernah punya pacar orang Australia, tapi akhirnya putus. Karena si bulenya ketahuan berbuat serong selagi Jess lagi bekerja di Indonesia. Saya juga cerita kalau saya juga masih single karena saya konsentrasi untuk mengejar karir.

“Wah, sepertinya saya sudah mengantuk nih.” katanya sambil menguap. “Aduh, kok imut sekali yah. Kalo diliat –liat mirip siapa yah? Oh, yah dia itu mirip Catalina Cruz. Pornstar yang fotonya pernah dikirimin teman saya melalui email. “Kata saya dalam hati. “Selamat malam Alex.” kata Jess dan “Selamat malam juga. Have a sweet dream.” kata saya sambil tersenyum juga. “I will…”

Singkat cerita, pukul 07:00 pagi saya sudah mendarat di bandara Sydney International Airport. Semalam saya ketemu cewe bule yang duduk di sebelah saya. Mimpi apa tidak yah? Saya sempat bertanya-tanya. Setelah melalui bea cukai, saya keluar dari pintu bandara. Ternyata saya sudah ditunggui oleh rekanan kerja dari head quarter yang juga dari Indonesia. “Hello Alex” katanya sambil menyalami saya. “Lho kok anda tahu nama saya?” tanya saya sambil kebingungan. “Bos kamu mengirimi foto dan identitas kamu melalui email.” “Oh, pantesan” kata saya. “Dingin juga yah hari ini. Untung saya bawa mantel tebal.” kata saya mengiggil. “Nama saya, Ben.” Katanya

Dari airport perjalanan menuju hotel kurang lebih setengah jam. “Anda sudah pernah ke Australia?” tanya Ben membuka perjalanan. “Belum. Baru kali ini.” kata saya sambil kembali membayangkan cewe yang ditemui di pesawat terbang. “Lagi ngapaian dia di hotel yah?” tanya saya dalam hati. “Eh, kamu kok diam aja? Kamu kangen sama pacar kamu yah?” tanya Ben lagi. “Ah…enggak. Saya nggak punya pacar.” kata saya dengan malu-malu.

Tidak lama kemudian saya sudah tiba di hotel berbintang lima itu. Benar-benar mewah, megah. Saya sungguh beruntung tempat saya bekerja. Perusahaan benar-benar memberikan yang terbaik buat staffnya kalau ada urusan bisnis ke luar negeri. Koper saya langsung dibawa oleh staff hotel ke kamar saya. Sementara itu Ben pergi menghampiri meja resepsionis untuk check in. “Ini kuncinya. Saya tunggu di ruang lobbi. Kamu pergi mandi atau apalah.” kata Ben. “Jangan lupa jam 9.00 tepat kita harus sudah ada di ruang meeting.” katanya serius. “Orang bule nggak suka kalo terlambat walaupun cuma satu menit.” tambahnya lagi.

Di kamar, saya tidak bisa berkonsentrasi. Ngebayangin Jess. Kira-kira di nomor berapa yah kamarnya? Mungkin nggak kalau saya tanya ke resepsionis bisa diberitahu? …Akhirnya saya nekat juga turun kebawa untuk nanya ke resepsionis. Tapi hasilnya mengecewakan. Resepsionis tidak boleh memberitahukan nomor kamar seseorang karena itu adalah privacy dari seseorang.
Jam 8:50 pagi saya tiba di kantor pusat. Saya ogah-ogahan untuk meeting ini. Tapi apa boleh buat. Perusahaan sudah bayar mahal. Produk baru yang akan diluncurkan itu ternyata bener-bener belum pernah ada. Mereka ingin mencoba melaunching produknya di Jakarta minggu depan. Karena mereka melihat prospeknya yang begitu tinggi khususnya anak muda di Jakarta. Saya sih tersenyum-senyum saja begitu mengetahui produk tersebut. Saya benar-benar dibrainwash alias dicuci otak. Bagaimana cara kerja produk tersebut sampai perawatannya. Semuanya dijelaskan dengan jelas, tuntas. Satu jam terakhir digunakan untuk acara tanya jawab. Saya benar-benar malas bertanya.

Jam 6.00 sore, saya sudah tiba di kamar hotel saya. Kantor pusat belum memutuskan apakah perlu diadakan meeting sekali lagi atau tidak? Saya sih cuma bilang ke mereka bahwa saya benar-benar yakin kalau produk ini bakalan sukses di Jakarta dan saya paham bagaimana cara memasarkannya. Sekali lagi keputusan berada di tangan kantor pusat.

“Hello Alex” suara seseorang yang saya kenal mengagetkan saya. “Hei, Jess” saya dipeluknya seperti seorang teman dekat. Buah dadanya yang padat berisi membuat penis saya tampak sedikit tegang. “Kamar kamu dimana?” tanya saya. “Di sebelah kamu.” kata Jess. “Benar-benar kebetulan yang menyenangkan” kata saya dalam hati. “Ok yah, sampai ketemu lagi Lex” katanya sambil tersenyum dengan manisnya. Saya tidak tahu harus berbuat apa. Tapi benar-benar Jess membuat saya betul-betul grogi dan gugup. Soalnya dia betul-betul cakep, tubuhnya sedang. Mustinya dia cocok jadi foto model daripada kerja jadi consultan di Indonesia. Tiba-tiba saya merasa penis saya agak sedikit tegang karena ketika saya menyalakan TV ada cewe bule cuma memakai bikini saja sedang membawakan sebuah acara kuis. Maklum tinggal di Negara Barat segalanya bebas. Pengen rasanya untuk bermasturbasi.

Tok..tok..tok… tiba-tiba pintu diketuk. “Who is there?” tanya saya. Ah, mungkin juga room attendant. “Ini saya Jess.” Langsung dalam tempo 2 detik saya sudah berada di depan pintu. “Hei, Jess. Ada apa?” tanya saya agak sedikit kebingungan. Jangan…jangan….

“Minta tolong yah, maukah kamu tidur satu kamar dengan saya malam ini? Soalnya saya agak kesepian. Bagaimana?” tanyanya dengan sedikit memelas. Pura-pura berpikir kemudian saya berkata “Ide yang bagus juga. Soalnya saya juga mungkin kesepian.”

Tidak sampai 1 menit saya sudah berada di kamarnya. Mantelnya yang berbulu sudah dilepasnya. Sementara itu dengan gerak yang cepat, tangannya sudah menyalahkan pemanas. Maklum udara di Sydney masih dingin sekitar 12 derajat celcius.

Tampak kaos berwarna pink dengan lengan pendek benar-benar membuatnya sungguh seksi dan sensual. “Kamu sudah makan belum? Soalnya sebelum saya pulang saya mampir dulu ke takeaway restaurant. Jadi kita bisa makan bersama-sama.” kata Jess sambil memasukkan makanan itu ke microwave. “Saya sudah makan tadi di restaurant ditraktir teman sekerja saya. “Perempuan yah, yang menaktrir kamu?” tanyanya dengan muka agak serius. “Teman saya Ben. Dia seorang cowo tulen.” kata saya sambil memandang ke arahnya. Aneh juga pertanyaannya.

10 menit kemudian, makan malam itu dilahapnya. “Kamu lapar yah?” kata saya membuat pertanyaan lagi. Dibilang seperti itu mukanya tampak kemerah-merahan karena kulitnya yang putih tampak jelas mukanya malu. Dalam hati saya, bule makannya cepat juga.

“Kamu sudah mandi belum?” tanya Jess lagi. “Belum.” kata saya. “Yo, mandi bersama saya.” kata Jess lagi sambil berlalu menuju kamar mandi. “Eeeh…iya boleh juga.” kata saya dengan muka yang melonggo. “Kamu sudah pernah melihat tubuh wanita yang telanjang bulat belum?” tanyanya lagi. “Eh, eeh...sudah tapi cuma di majalah. Tapi kalau yang sebenarnya belum pernah.” kata saya polos.

Dengan sekali tarik kaos pink itu sudah berada di lantai. Buah dadanya yang padat dan berisi menyembul dari BHnya yang berwarna putih. Penis saya nampak tegang sekali. Pengen sekali rasanya untuk memegang buah dadanya itu. Setelah itu dibukanya rok hitam. Kelihatan celana dalamnya yang berwarna putih yang sesuai dengan motif BHnya.

“Jess, kamu seksi sekali.” kata saya dengan memandang tubuhnya tanpa berkedip. “Terimah kasih atas pujiannya. Saya hampir setiap kali pergi ke gym. Saya benar-benar merawat tubuh saya.”jawabnya.

“Sekarang saya mau ajarkan kamu cara membuka BH. Siapa tahu nanti kalau kamu punya pacar, kamu bisa membuka BHnya.” kata Jess sambil berjalan mendekat saya. Saya tampak grogi dan gugup. “Di belakang BH itu ada pengaitnya. Coba kamu lihat pengaitnya dan lepaskan satu persatu.” katanya sambil berbalik badan. “Oh, ya sudah ketemu pengaitnya.” kata saya dengan tangan sedikit gemetar. “Sekarang tinggal lepaskan pengaitnya.” Satu persatu saya lepaskan pengaitnya. Ditarik BHnya dan sekaligus dibuka celana dalamnya.

Penis saya yang sudah tegang, tampak tegang sekali. Buah dadanya tampak padat berisi. Putingnya tidak terlalu besar agak kecoklat-coklatan. Sementara itu vaginanya yang tampak ditumbuhi bulu-bulu hitam yang halus. Tampangnya Jess merawat jembutnya dengan teratur. Kemudian Jess melangkah ke arah shower. Dengan sekali putar tampak mengalirlah air hangat dari shower itu. Tubuhnya yang halus, ranum, bening tampak mengkilap dialiri air hangat.
“Ayo sini jangan malu-malu.” katanya sambil menarik tangan saya. Mau tidak mau saya harus membuka baju saya. Untunglah dalam dua tahun terakhir saya berlatih gym, jadi dada saya tampak sedikit kekar. Satu persatu baju, celana panjang dan terakhir celana dalam saya. Penis saya tampak tegang sekali melihat tubuh wanita yang cantik dihadapan saya. Jess tampak sedikit terkejut melihat tubuh saya. Apalagi penis saya yang besar dan keras. “Wow, Lex. Besar sekali.” kata Jess. “Iiiyalah…karena dihadapan saya ada seorang wanita yang cantik dengan tubuh yang seksi.” kata saya. Terus terang selama hidup, saya belum pernah melihat tubuh wanita bugil dengan mata kepala sendiri. Kalau melihat di internet atau majalah cukup sering.

“Aduh gawat nih, kayanya saya ingin bermasturbasi nih.” kata saya dalam hati. “Enak sekali mandi air hangat.” kata saya. Tiba-tiba Jess mendekat “Mari saya sabuni badan kamu.” Perlahan-lahan tangannya yang mungil mulai bergerak dari atas kepala, leher, dada saya. Benar-benar saya dibuatnya mupeng dan terangsang habis. Kemudian dengan berjongkok diliriknya saya karena tangannya dia sudah berada di daerah penis saya. Jembut saya yang tumbuh cukup lebat disabuninya secara perlahan. Tangannya yang mungil tampak mengenggam penis saya yang tampak tegang. Cara menyabuninyapun seperti orang masturbasi naik turun. Saya benar-benar nahan untuk tidak muncrat sperma saya selagi dia jongkok. Kalau saja dia lebih lama sedikit, mungkin sperma saya sudah keluar ke arah mukanya.

“Eh, gimana kalau giliran kamu saya sabuni?” kata saya dengan sedikit ragu-ragu. “Ayo…kamu mau memegang tubuh saya yah…” katanya sambil tertawa. “Nggak juga…soalnya kamu sudah menyabuni saya. Sekarang saya menyabuni kamu.” jawab saya sambil mengambil spon yang masih berbusa. Tangan saya sedikit gemetar. “Ayo kamu balik badan. Saya sabuni punggung kamu dulu. Ok.” kata saya. Tubuhnya benar-benar halus sekali. Mulai dari leher saya perlahan-lahan menyabuni dia. Saya harus hati-hati jangan sampai saya terlalu dekat sekali dengan dia. Karena penis saya yang sudah tegang jangan sampai terlalu dekat ke arah pantatnya. Dari leher kemudian turun ke punggung. Saya benar-benar menikmati sekali. Bagian punggung sudah selesai. Tangan saya mulai turun ke arah pantatnya yang padat berisi. Sambil berjongkong saya mengintip dari lubang selangkangannya. Entah disengaja atau tidak dia tampak merenggangkan kakinya agak sedikit lebar. Saya memakai kesempatan ini untuk menyentuhnya secara perlahan dengan memakai spon. Dia agak sedikit mendesah. Saya tidak peduli. Kakinya yang panjang terus saya sabuni.

“Sekarang bagian belakang sudah selesai, mari saya sabuni bagian depan.” kata saya, sambil berdiri. Jess berbalik badan. Tingginya saya hampir sama dengan dia. Muka dengan muka berhadapan. Benar-benar cakap sekali ini cewe. Saya harus menjaga jarak agar penis saya tidak bersentuhan dengan vaginanya. Ingin sekali saya menciumnya.

Dengan sentuhan yang sangat lembut, pertama-tama saya sabuni lehernya. Dia tampak menikmati sekali. Saya tahunya karena dia tampak memejamkan matanya yang biru itu.
Setelah dari leher, tangan saya mulai bergerak ke arah buah dadanya yang bener-bener padat, berisi, tidak terlalu besar, tapi benar-benar mantap. Putingnya berwarna coklat-coklatan. Tidak terlalu besar, tidak terlalu kecil. Dalam hati, mimpi apa saya semalam. Rasanya ingin sekali saya meremas-remas dan menghisap putingnya dalam-dalam.
“Lho kamu berhenti menyabuni saya?” katanya sambil membuka matanya. “Ooh, sorry saya cuma terpesona melihat buah dada kamu. Saya betul-betul terangsang melihatnya.” kata saya polos. Maklum belum pernah mandi bareng dengan wanita cantik.

Tiba-tiba tangannya menarik tangan kanan saya yang memegang spon. Kemudian diletakkannya di buah dadanya. “Ayo jangan ragu-ragu.” katanya. Mau tidak mau saya harus menyabuni buah dadanya yang padat berisi. Terus terang saya harus berjuang mati-matian untuk sperma saya tidak muncrat keluar. Dengan gerakan memutar perlahan-lahan saya menyabuni buah dadanya yang sebelah kiri yang bulat berisi. Sementara itu diangkat tangannyake atas. Sambil melirik ke arahnya, kemudian saya menyabuni putingnya. Jess tampak menarik nafasnya dalam-dalam. Dia sedikit terangsang. Saya tidak peduli. Setelah itu saya beralih kearah sebelah kanan. Dengan gerakan yang memutar yang sama, saya lakukan di buah dadanya yang sebelah kanan. Jess merengkuh. Diakui pula saya sering pula nonton film dewasa atau internet dimana saya tahu juga titik – titik rangsangan pada wanita. Setelah selesai saya menyabuni perutnya yang tampang langsing sekali. Sambil berjongkok, tangan saya tambah gemetar. Ketika mendekati daerah vaginanya. Bulu-bulu halusnya tampak terawat rapi. Bibir vaginanya yang tampak tidak terlalu besar menutup lubang vaginanya. Saya sabuni daerah vaginanya secara perlahan-lahan. Dia tampak menikmati.

Tiba-tiba saya teringat bagian sensitif dari seorang wanita yaitu bagian klitorisnya. Sambil menyabuninya sambil mencoba mencari klitorisnya. Maklumlah saya masih belum berpengalaman. Saya melirik ke Jess. Sepertinya dia coba menahan untuk tidak mengeluarkan suara mendesah karena terangsang. Tapi percuma saja. Akhirnya setelah saya puas ‘bermain-main’ di daerah vaginanya, saya turun ke pahanya sampai ke kakinya. Akhirnya setelah selesai, kita berdua mandi di shower. Diam seribu bahasa. Suasana agak sedikit kaku. Karena saya tidak tahu harus berbuat apa. Penis saya tampak tegang sekali. Benar-benar keras.

“Alex, saya sudah selesai mandinya. Ini handuk saya. Kalau mau pakai saja.” katanya. “Terima kasih.” katanya tersenyum. Saya tampak bingung. Bagaimana kalau dia mengajak saya berhubungan seks atau saya tampak tersiksa apa saya harus masturbasi atau tidak. Saya matikan air hangatnya kemudian saya keluar dari shower. Saya cium handuknya. Wangi sekali. Saya ambil baju, celana dalam dan celana yang masih tergeletak di lantai. Keluar dari kamar mandi, saya disuguhkan pemandangan yang luar biasa. Jess berbaring bugil dengan kakinya dibuka lebar-lebar. Benar-benar menggoda sekali.

“Alex, sini mari berbaring dengan saya.” katanya sambil tersenyum. Saya seperti terhipnotis mengikuti apa yang diinginkannya. Tiba-tiba dia mengambil LCD remote control yang entah diambil darimana. Tampak di layar TV, seorang wanita bule yang sudah tidak asing lagi tampak bermasturbasi. Namanya Brianna Banks dengan dildonya. Jess tampak gelisah tidak karuan. Dia mulai meremas-remas buah dadanya. Sementara itu tangan yang satunya lagi mulai meraba vaginanya. Oooh…aaah…yeah…yeah…

Saya tampak bingung. Pemandangan di televisi dan pemandangan di sebelah saya membuat saya terangsang hebat. Akhirnya saya tidak tahan. Tangan saya yang sebelah kanan meremas-remas buah dadanya Jess. Sementara tangan kiri saya masturbasi. Tidak sampai 10 detik. Sperma saya muncrat keluar dengan cukup banyak. Saya lemas. Begitu pula dengan penis saya. “Lex, teruskan remas-remas buah dada saya.” kata Jess sambil terus mendesah-desah. “Tunggu sebentar, Jess. Saya mau ambil tissue dulu.” kata saya sambil berdiri. Tetesan sperma tampak membekas di ranjang. Saya berjalan ke arah kamar mandi untuk membersihkan ceceran sperma saya yang masih tersisa di penis.

Setelah itu saya kembali. Entah darimana dildo itu datangnya, Jess sedang bermasturbasi. Pemandangan di TV sudah berganti dengan adegan seks antara 2 orang wanita dan 1 orang pria. Saya sudah tidak bersemangat lagi menonton adegan di TV. Jess tampak melenguh, mendesah. Dildo kristal itu tampak mulai basah dengan cairan vaginanya.
Oooh…yeah…ooh…yeah… Tiba-tiba dia menjerit. Sepertinya dia mengalami orgasme.

Dihampirinya saya yang sedang terlentang. Saya agak sedikit kaget. “Sini, kemari. Alex.” katanya manja. Penis saya mulai tampak tegang kembali. Saya dicium dengan ganasnya. Lidah saya dikulumnya. Saya menikmati sekali. Sementara itu kedua saya mulai menggeranyi buah dadanya. Putingnya nampak keras sekali. Saya dorong Jess supaya dia berbaring. Sementara itu saya mulai menghisap putingnya yang sebelah kiri, sedangkan tangan kanan saya meremas-remas buah dadanya. “Oooh…yeah…oooh…yeah. It’s good.” kata Jess. Itulah untuk pertama kalinya dia berbahasa Inggris di depan saya. Saya kulum, saya hisap, saya jilat kedua putingnya. Benar-benar suatu kenikmatan tersendiri.

Setelah puas, saya turun ke arah vaginanya. Aroma vaginanya ternyata khas sekali. Bikin merangsang saya. Dengan insting saya, akhirnya saya berhasil menemukan titik ‘lemah’nya yaitu klitoris. Saya tekan kiri kanan dan atas bawah. Dia tampak makin bergairah merangsang. “Keep going…It’s good…Oooh…yeah…ooh…yeah…”jeritnya. Sambil saya mainkan klitorisnya, saya coba oral seks untuk pertama kalinya. Saya coba untuk mengingat-ngingat dimana letak sensasinya. Akhirnya saya buka bibir vaginanya dengan tangan saya. Tampak lubangnya sudah basah dengan lender dan kemerah-merahan. Saya tidak peduli. Saya mainkan lidah saya keluar masuk keluar masuk ke lubang vaginanya. Rasanya agak sedikit aneh. Maklum belum pernah oral seks dengan wanita. Secara sengaja saya arahkan penis saya kearah mulutnya. Jadi dengan gaya 69, saya hisap klitorisnya, sedangkan dia hisap penis saya. Penis saya dikulum, disedot. Naik turun.

Istilah kerennya deep throat. Saya benar-benar menikmati. Slrp…slrp…Untung saya sudah masturbasi kalau tidak bisa-bisa cuma sebentar dihisapnya. Saya benar-benar menikmati oral seks dengan Jess. Begitu pula saya. Semakin keras saya menghisap, menggigit pelan klitorisnya, semakin terangsang dan semakin bernafsu dia menghisap penis saya. Setelah saya puas, jari saya masukin ke lubang vaginanya yang sudah basah dengan lendir atau lubricant. Dengan kata lain sudah siap untuk dimasukin penis. Jari saya masukin keluar masuk keluar masuk. Dia tampak histeris, terangsang, menjerit dan mendesah makin hebat selagi dia menghisap penis saya. Oooh…aaah…oooh…aaah…

Kemudian dia mendorong saya. “Fuck me…fuck me baby…”jeritnya. “Jess, saya tidak ada kondom.” kata saya. “Kamu tidak perlu pakai kondom.” katanya. Saya disuruh berbaring dengan penis saya tegak berdiri. Sementara itu Jess memegang penis saya sambil berjongkok. Tangan kirinya memegang vaginanya yang dibuka lebar-lebar sedangkan tangan kanannya dipakai untuk memegang penis saya.

“Aaah…aaah…It’s so good baby.” desah Jess. Saya yang untuk pertama kalinya berhubungan seks benar-benar agak sedikit terkejut. Bagaimana kalau dia hamil? Pikiran itu saya buang jauh-jauh. Rasanya nikmat sekali. Penis saya yang bergesekan dengan lubang vaginanya yang sudah basah dengan lendir vaginanya membuat licin. Sementara itu saya berusaha meremas-remas buah dadanya yang berguncang-guncang naik turun. Aaah…aaah…aaah…Fuck me hard.” teriak Jess. Jess tampak berkeringat. Dia tampak mulai lelah. Saya benar-benar tahan untuk sperma saya tidak muncrat.

Saya benar-benar ingin menikmati hubungan seks yang pertama saya dengan orang bule. Akhirnya dicabut penis saya yang tampak basah dan licin karena cairan atau lendir vaginanya. Dia tampak berbaring disamping saya. Kemudian saya bangun. Giliran saya. Saya diatas dia dibawah. Namanya posisi missionary. Penis saya masukin kembali ke vaginanya. Blss…blss…Kali ini saya yang naik turun. Jess tampak meremas-remas buah dadanya yang penuh dengan keringat.
“I wanna come, Lex.” teriak Jess. “Tunggu, saya juga.” kata saya. Akhirnya kita berorgasme hampir bersamaan. “My cum…” teriak saya. Penis saya tampak berdenyut-denyut memuntahkan seluruh sperma di dalam vaginanya. Sementara itu Jess tampak mengerjang dan setelah itu lemas. Saya cium bibirnya. Akhirnya saya cabut penis saya. Keringat saya berbaur dengan keringatnya. Baru kali ini saya cium keringat orang bule. Saya lihat vaginanya yang tampak ceceran sperma. Kemudian saya ke kamar mandi untuk mengambil tissue.

“Alex, saya mau mandi dulu. Kamu tunggu disini.” kata Jess sambil tersenyum. Saya merasa puas dan bangga. Tiba-tiba Jess menoleh ke belakang saya. “Kamu masih perawan yah sebelum berhubungan dengan seks?” tanyanya. Muka saya agak merah. “Cukup bagus untuk kamu yang belum pernah berhubungan seks dengan wanita. Saya bisa mengalami orgasme.” katanya sambil berlalu.

Dalam keadaan yang masih telanjang, saya masih berbaring di ranjang. Saya lirik ke jam ternyata masih pukul 9:30 malam. Saya benar-benar capai sekali. Samar-samar saya melihat Jess selesai mandi sambil memakai pakaian dalamnya…

Keesokan harinya ketika saya bangun, matahari menerobos dengan kencangnya disela-sela penutup jendela. “Seperti mimpi rasanya semalam.” kata saya. “Jess..Jess..Jess dimana kamu?” kata saya. Saya berkeliling ke seluruh ruangan. Tidak ditemukan jejaknya.

Tiba-tiba mata saya tertuju kepada arah meja. Ada sebuah secarik kertas dengan tulisan:

“TERIMA KASIH UNTUK KENIKMATAN YANG ANDA BERIKAN SEMALAM. MUNGKIN KAMU HARUS MEMERIKSAKAN DIRI ANDA SEKARANG JUGA SOALNYA ANDA MUNGKIN SUDAH TERTULAR PENYAKIT AIDS.”

Jess

Tiba-tiba saya merasa pening dan dunia tampak berputar. Saya terjatuh di lantai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar